Minggu, 21 Agustus 2011

Ibuku Janda (2)

Cepat kuserahkan uang penjualan telur kepada ibu, sepulangku dari sekolah. Ibutersenyum menerimanya. Pekan depan, aku akan membelikan baju baru untuk sekolahmu dan sepatu, kata ibu. Aku senang sekali. Aku pun kembali mencari bekicot untuk bebek, lalu memberi makan ayam dan merumput untuk kambing. Pukul 13, kami makan siang. Seusai makan siang ibu menumbuk jejamuan. Ketika kutanya untuk apa, ibu bilang, agar dia tidak hamil.
"Kenapa hamil, Mak?"
"Karena tadi malam," kata ibu.
"Kan Emak tidak punya suami?"
"Ya tidak. Tapi tadi malam kita kan sudah seperti suami isteri?" jawab Emak. AKu mengerti akhirnya. Ternyata apa yang dikatakan temen-temanku, ngentot itu, adalah apa yang kami lakukan tadi malam. Aku diam saja, kemudian aku turun ke sawah meneruskan menanam padi, beerjejer lurus. Emak tersenyum., melihat aku semakin rajin. Setelah selesai membuat jamu, ibu datang mendampingiku, sembari kami menanam padi. Kami terbungkuk-bunguk berhampiran.
"So, apa tadi malam kamu merasa enak, Nak?" tanya ibu perlahan, takut di dengar orang di seberang sawah.
"Enak sungguh, Mak. Easanya Wonsgo ingin lagi," kataku berbisik pula. Ibu tersenyum.
"Anak Enak, ternyata sudah dewasa. Sudah pintar dan harus rajin belajar dan rajin bekerja, supaya terus bisa seperti tadi malam," kata ibu. Aku tersenyum membalas senyum ibu. Setelah selesai satu petak, aku minta izin untuk mengerjakan PR-ku. Ibu tersenyum mengikutiku dan membuatkan aku teh manis panas dan segelas untuk ibu. IBu selalu saja istirahat bekerja, bila aku menyelesaikan PR ku. Ibu juga selalu mengajariku bila aku kurang paham.
"Kamu harus sekolah yang tinggi. Biar nanti hidupmu senang, aku boleh numpang sama kamu," kata ibu selalu saja aku belajar. Aku berjanji akan menyenangkan hati ibu kelak.
Ibu kembali lagi menanam pagi dan aku mengarit rumput untuk empat ekor kambing, tiga betina dan satu jantan. Dua betina sedang memiliki masing-masing tiga ekor anak dan susjnya sangat lancar. Aku selalu memberinya rumput segar, agar susunya banyak dan kami bisa minum susu setiap pagi.
Akhirnya tringgal setengah petak lagi sawah kami belum tertanami. Kami yakin besok kami akan bisa menyelesaikannya.
Sore itu kami istirahat. Kami pun bercerita. Aku sudah kelas dua SMP dan aku memohon agar ibu mau bercerita tentang diriku dan dirinya. Setelah lama terdiam ibu menghapus airmatanya. Kata ibu, dia pernah berpacaran dengan seseorang dari kampung yang 200 meter dari gubuk kami. Dia tak mau menyebutkan namanya. Ibu pun hamil. Tapi keluarga bapakku tak mau mengakui, ibu hamil karena dia. Ibu pun tidak menuntut. Lalu keluarga ibu mengusir ibu karena menanggung aib. Ibu dibuatkan gubuk dan tinggal sendirian di ladang/sawah seluar satu hektar sendirian. Sepanjang malam ibu terus menerus menangis sembari menguatkan hatinya. Sampai menjelang kelahiranku, keluarga ibu membawaku ke rumah seorang bidang kampung dan aku pun lahir. Setelah 40 hari usiaku, ibu kembali ke gubuk bersamaku. Aku meneteskan airmata mendengar cerita ibu. Ibu pun memelukku sembari mencium pipiku. Akhirnya aku tahu, rumah kakek dan nenekku, dekat dengan sekolahku. Nenek membuka warung tak jauh dari sekolahku. Di sanalah aku selalu menjualkan telur-telur bebek dan ayamku. Hampir setiap hari nenek melebihkan uang telur. Lain uang telur, nenek menyelipkan uang ke sakuku dan aku terus menabungnya. Itu kulaporkan pada ibu dan ibu mengatakan, agar aku tetap sopan kepada nenek pembeli telur kami, agar nenek tetap memberiku uang. Aku pun selalu sopan pada nenek dan nenek sangat senang padaku atas sopan santunku. Anak-anak nenek yang laki-laki selalu membeliaku bila ada teman sekolahku menggangguku. Aku tidak tahu, kalau mereka dalah paman-pamanku.
"Kamu terus seakan-akan tidak mengetahui kalau aku sudah menceritakan semua ini padamu, Nak," kata ibu.
"Kenap Mak. Bukankah mereka kanen, nenek dan pamanku?"
"Bila kamu sayang pada ibu, ibukti kata-kata ibu. Kalau tidak, ibu akan lari meninggalkanmu," kata ibu sedikit berang. Aku pun mengangguk. Aku kembali di peluk ibu. Saat kepalaku direbahkannya di dadanya, aku langsung meremas tetek ibu dari balik kain batiknya yang ditutupi kebaya pendek. Ibu jarang memakai BH. Ibu pun mendesis-desis.
"Setelah ibu ada di dalam gubuk kamu masuk dan segera kunci pintu," kata ibu melompat ke dalam gubuk kami. Aku mengikuti ibu yang sudah berada di atas kasur meremas-remas teteknya sendiri dan melapas kain batiknya dan kancing kebayanga, walau kebaya itu masih melekat di tubuhnya. Aku cepat memeluk ibu dan mengisapi teteknya, sementara sebelah t anganku meremas tetek yang lainnya. Ibu mengarahkan tanganku sebelah lagi untuk meraba-raba memeknya. Sampai memek ibu menjadi basah dan mengeluarkan aroma aneh.
"Ayo, Nak. Naiki ibu. Masukkan yang dalam," kata ibu. Aku menaiki tubuh ibu, setelah melepas celanaku. Cepat pula ibu mengarahkan burungku ke lubang memeknya. Ibu melebarkan kedua kakinya dan memelukku, sembari mulut kami berpagutan. Aku mencucuk tarik burungku dalam memek ibuku. Nampaknya ibutak sabar. Dia membalikkan tubuh kami. Kini ibu sudah berada di atas tubuhku. Ibu duduk di atas tubuhku, lalu pantatnya dia putar-putar ke kanan dan kekiri. Burungku terasa dielus-elus di dalam lubang ibuku. Sampai akhirnya, ibu berhenti memutar pantatnya, kemudian memelukku dan kembali membuat aku berada di atas tubuh ibu. Aku memompa tubuh ibu. Ibu tidak lagi menggoyang-goyang tubuhnya, selain mengusapusap pungungku dengan kedua telapak tangannya, dengan lembut.
Akhrinay aku pipis lagi du lubang ibuku. Aku memeluknya dan ibu memelukku. Di turunkannya aku dari tubuhnya dan dia berdiri, sembari melilitkasn kembali kain batik panjang di tubuhnya.
"Nanti kamu baru turun, setelah ibu kembali ke dalam sawah," katanya. Aku mengangguk, sembari memakai celanaku. AKu tahu ibu ke pancuran kecil samping rumah untuk cebok, kemudian dia kembali menanam padi ke dalam sawah. Aku pun turun dari gubuk kami. Ikut menolong ibu bertanam padi.
"Nanti malam lagi, ya Mak?" kataku perlahan. Ibu merilikku.
"Kok gak puas-puasnya?" bisk ibu pula dengan tersenyum. Dia terus menenam padi dan aku membantunya. Ketika sore dan mata hari sudah benar-benar redup, ibuku naik dan pergi mandi ke pancuran, lalu bertanak tasi dan lauk seadanya. Dua buah telur bebek akan jadi lauk kami malam ini selain sayuran segar. AKu mulai memasukkan rumput ke kandang kambing dan menuntun satu persatu kambing dari tempatnya bertambat. Pintu kandang ayam dan bebek kubuka lebar, kemudian aku merazia telur bebek di tempatnya bermain. Ada beberapa butir yang aku temukan dan aku masukkan ke dalam keranjang untuk disatukan dengan telur yang dapat besok pagi untuk kujual ke tempat nenekku.
Bebask, ayam, kambing sudah masuk ke kandang, dan aku pergi mandi.
"Malamnya lama sekali," kataku. Ibu ku tersenyum mengerti apa yang kumau.
Seusai mandi, ibuku mengatakan, hal seperti itu tidak boleh terlalu sering dilakukan. Cuukup hanya dua kali seminggu, biar sehat.
"Jadi malam ini tidak bisa, Mak?" tanyaku kecewwa. Ibu tau aku kecewa. :Lalu kata ibu, Malam ini boleh, tapi setelah itu tiga hari kemudian baru boleh. Pokoknya tiga hari sekali baru boleh. Bila aku berjanji, ibuku akan memberinya, bila tidak, aku tidak bolegh lagi tidur bersama ibuku. Dari pada tidak, aku terpaksa mengikutinya.
Makan malam sudah selesai. Semua pirik kotor sudah disingkirkan. Lampu sentir sudah dikecilkan. IBuku masuk ke dalam kelambu dan aku mengikutinya.


4 komentar: