Selasa, 23 Agustus 2011

Ibu Diperkosa Anak Kandung


Namaku Tini, usia 49 tahun, saat ini aku tinggal di kota Cirebon. Tetangga kiri kananku mengenalku dengan sebutan bu Haji. Ya, di blok komplek rumahku ini, hanya aku dan suami yang sudah naik Haji. Suamiku sudah pensiun dari Departemen Luar Negeri. Kini ia aktif berkegiatan di masjid Al Baroq dekat rumah. Aku pun aktif sebagai ketua pengajian di komplek rumahku ini. Tetangga kami melihat keluargaku adalah keluarga

Diana Kakak-ku (3)

Baru saja aku menyerahkan lamaran pekerjaanku, aku dikejuti oleh suara HP. Kak Diana.
"Bagaimana lamaranmu, Yok?"
"Sudah aku berikan, Kak. Lusa aku wawancara."
"Cepat ke kantorku dong."

Diana Kakak-ku (2)

Malam itu, kami makan bukan di meja makan. Tapi di teras belakang rumah. Teras sudah ditata dengan baik oleh Diana. Sop Tom Yam masakannya membuat selera makanku menjadi enak. Kak Diana menambahinasiku dan kami makan sembari bercerita banyak hal.
"Kamu juga harus nambah dong Dai.." kataku. Dia tersenyum.

Diana Kakak-ku (1)

Aku memasuki rumah Kak Diana. Dia baru sajabercerai dengan suaminya yang ketahuan selingkuh. Tertangkap basah, ketika kakakku ikut penataran di sebuah hotel. Tanpa sengaja, ketika sama-sama membuka pintu, Kak Diana melihat dengan jelas, dengan jarah tak sampai dua meter, pintu depan kamarnya, dibuka dan keluarlah Suaminya dengan seorang perempuan. Langsung Kak Diana menjerit dan teman2nya

Senin, 22 Agustus 2011

Anak Kandungku


Bu Supiyah sangat heran melihat putra tunggalnya, Amir yang setiap malam minggu tak pernah keluar rumah. Justru selalu saja bermanja dengan dirinya. Padahal usianya sudah 24 tahun dan sudah diwisuda jadi sarjana teknis mesin di sebuah institut besar. Amir anak yang cerdas.
"Kamu kenapa tak keluar malam mingguan seperti teman-temanmu, Mir," tanya Supiyah suatu malam. Amir

Aku dan Cucuku

Aku cepat menikah. Pada usia 16 tahun, aku sudah menikah. Aku punya dua anak, keduanya juga perempuan. Saat anakku kedua lahir dan berusia 1 tahun, suamiku meninggal dunia. AKu membesarkan kedua anakku. Lalu anakku pertama menikah pada udia 17 tahun dan langsung dibawa suaminya ke kota lain. Setelah anakku kedua menikah, waku tinggal bersamanya di rumahku, sampai kemudian mereka mampu

Anak sulung


Tengah hari pukul 13.00 aku kembali ke dangau setelah membersihkan diriku di pancuran kecil yang tak jauh dari ujung sawah kami. Aku memanggil Harun anakku yang selalu rajin membantuku kerja di sawah. Dua adiknya masih sekolah sedang Harun setamat SMP tak mau lagi meneruskan sekolahnya. Katanya otaknya biasa saja, biarlah dia membantuku di sawah agar kedua adiknya bisa sekolah tinggi.