Aku benar-benar tak habis pikir, kenapa suamiku begitu jahat kepadaku. Apakah aku kurang cantik? Atau aku sudah tak mampu melayaninya? Atau tubuhku tidak seksi lagi? Setelah kuperhatikan, semuanya masih tetap menarik. Tubuhku masih seksi dan menarik. Wajahku masih cantik. Kenapa suamiku suka selingkuh?
Aku tiduran di bagian belakang rumah. Di atas sebuah amben sederhana. Anakku Rio sedang membaca
novel. Aku baringkan tubuhku di sampaingnya. Dia anak yang tampan, walau masih berusia 16 tahun. Wajahnya persis wajah ayahnya. Anak satu-satunya lelaki. Sementara anakku yang pertama adalah perempua dan sudah menikah. Hari imnggu pagi itu memang sangat cerah. Wajar saja, kalau Rio tiduran membaca novelnya dengan bertelnajg dada hanya memakai celana pendek saja. Dadanya yang bidang membuatnya lebih tampan lagi.
Rio menarik tanganku sebelah kanan dan diletakkannya di atas bantal, lalu tanganku ditindihnya pakai tengkuknya. Kepalanya semakin tinggi, membuatnya bisa membaca lebih asyik, mungkin. Tiba-tiba saja Rio memiringkan tubuhnya dan memelukku. Sebelah kakinya sudah berada di pahaku. Aku merasa ujung dengkulnya begitu menyentuh paginaku. AKu merasa risih. Tapi anak bungsuku itu, memang selalu manja dan kemanjaannya itu, membuatku bertahan untuk tidak bercerai dari ayahnya. Sesekali dibelainya rambutku dengan kasih sayangnya dan diciumnya pipiku. Dia biasa menicum pipiku.
Rio membuang novelnya entah kemana. Mungkin ke lantai. Lalu Rio memiiringkan tubuhku dan meminta aku memeluknya juga. Ah...manja sekali anak bungsuku ini, pikirku. Aku memiringkan tubuhku dan memeluknya.
"Mama wangi. Pakai sabun apa mandinya?" tanya anakku. Gaya bertanya seperti menanyai seorang anak kecil saja. Sepertinya aku bukan ibunya. Aku tak menjawab pertanyaannya, karean hatiku masih marah kepada papanya. Lalu dia memegang tetekku dan mempermainkannya.
"Ma...aku netek ya..." katanya.
"Ih...kamu usdah besar mau netek. Gak malu..." kataku ketus.
"Biar, kan tetek mamaku sendiri. Lagi pula udah lupa bagaimana menetek. Kan waktu aku netek masih bayi. Jadi udah lupa bagaimana rasanya," katanya manja. Dia tak perduli reaksiku dan membua kancing dasterku lalu mengeluarkan tetekku yang memang aku tidak memakai bra.
"Rio...jangan urakan ah. Kan kamu sudah besar. Apa gak malu?" bentakku. Rio meneruskan mengeluarkan tetekku dan langsung menyedotnya. Aku membiarkannya saja. Kemanjaannya membuatku menjadi sedikit tenang dari kemarahan suamiku. Lama-lama aku menikmati juga isapan bibir Rio di tetekku.
"Udah...Rio...malu ah..." kataku. Eh...justru rio mengganti mengisap tetekku yang sebelah lagi. Aku merasakan, ada sesuatu yang menempel di pahaku. Pasti penisnya Rio sudah mengeras. Bagaimana caranya aku memberhentikannya dan Rio tidak terseinggung. AKu tahu, kalau Rio terseinggung dia bisa diam selama sebulan dan aku pasti kesepian kalau Rio tak mau bicara.
Tangan Rio membelai-belai pahaku. Tangannya berada di sela pahaku dan Rio memasukkan tangannya ke celana dalamku.
"Rio... kenapa sayang?" sanggahku pelan. Tangan itu justru memeorotkan celana dalamku.
"Rio...?"
"Rio mau Ma."
"Mau apa sayang?" Rio diam. Dia menurunkan celana dalamku. Aku protes atas tindakannya itu. Tapi dia berkeras menurunkan celana dalamku. Kini celana dalam itu sudah terlepas. Saat itu pula Rio melapas celananya dan dia sudah telanjang bulat.
"Kenapa Rio...? Aku kan Mama-mu sayang?"Rio tidak menjawab, justru bibirnya sudah menempel di bibirku. Disedotnya bibirku. Aku berusaha menolaknya. Tapi Rio sudah berada di atas tubuhku. Bibirkua dilumatnya dan buah dadaku mulai diremas-remasnya. Ditariknya dasterku ke atas dan dipaksanya daster itu lepas dari leherku dan kedua tanganku. Kini aku sudah bertelanjang.
"Rio..." hanya itu yang bisa kukatakan, karena aku juga sudah horny, atas gesekan kulit tubuh kami.
"Masukkan Ma?" katanya. Secara tak sadar aku menuntun kemaluannya memasuki lubangku. Lubangku yang sudh basah, begitu mudahnya menelan kemaluan anak bungsuku itu. Dengan cepat dia memaju-mundurkan kemaluannya ke dalam vaginaku. Kami bersetubuh dan aku mulai memberinya peluang. Sudah terlanjur. Kesalahanku, kenapa tidak sedaritadi aku menolaknya dengan tegas. Aku ternyata menikmatinya juga. AKu sudah hilang malu. Aku membutuhkannya juga. Kami bersetubuh, layaknya suami istri.
"Aku mencintaimu..." katanya berbisik di telingaku. Bisikan mesra yang membuat gairahku semakin meninggi. Rasanya aku kembali remaja dan muda. Aku mengimbangi tusukannya yang menggairahkan itu. Kupeluk Rio kuat-kuat dan Rio juga menekan kemaluannya kuat-kuat. Kami saling mencumbu dan memberikan yang terbaik.
"Ayo sayang...Mama sudah mau sampai," kataku. Rio mempercepat tusukannya dan aku tak mampu menahan gairahku. Aku orgasme dengan penuh nikmat. Ruio masih terus mempercepat tusukannya ke liangku dan memelukku erat-erat. Lalu aku merasakan spermanya membasahi rahimku. Kami berpelukan dengan mesra. Dikecupnya bibirku dan mengucapkan terima kasihnya.
"Jangan sampai Papa-mu tahu..?" kataku. AKu mendengar jawabannya yang mengerikan.
"Aku mencintaimu sayang. Biarkan si bajingan itu mati dengan para kekasihnya itu," ucap Rio tegas. Rupanya Rio juga tahu kelakuan ayahnya yang menyakitkan hatiku.
"Mulai sekarang, hanya dihadapan orang lain kau Mamaku. Sejak sekarang, kau adlah isteriku, kekasihku, pujaanku," katany penuh geram. Aku terkejut, Rio memangilku dengan kata kau.
"Enggak boleh begitu sayang. Rio tetap anak Mama," protesku.
"Tapi bebaskan aku memanggilmu sayang atau namamu," katanya.
"Nanti keceplosan, kita malu," kataku merajuk hatinya. Sebanrnya aku juga marah kepad Papanya.
"Biar si bajingan itu dengan para kekasihnya dan kita balaskan dengan cara kita," katanya lebih tegas lagi.
Dituntunnya aku ke kamar mandi dan Rio mencebokiku dengan air sejuk. Disabuninya vaginaku. Dengan bertelanjang bulat, kami kembali beperlukan di amben belakang rumah. Kembali Rio menciumi bibikru, mengisa tetekku dan menjilati vaginaku dengan rakus dan buas. Birahiku kembali bangkit dan kami melakukan hubungan seks kembali denganlebih seru. Sejak itu, kami tak pernah melewatkan untuk bercinta. Dan aku juga entah kenapa tidak menicntai Rio sebagai anak lagi, tetapi sebagai seorang kekasih dan suami. Dua byulan kemudian aku dinyatakan hamil. Aku katakan kepad Rio tentang kehamilanku. Rio tersenyum.
"Mirna...jangan kandunganmu sayang. Jaga anakku baik-baik," katanya dan mencium bibirku. Aku terharu atas ucapannya itu. Rio juga memintaku agar melaporkan kehamilanku kepada Papa. Aku melaporkannya dan suamiku bahagia sekali aku hamil dan bakal melahirkan.
"Jaga kandunganmu. Jaga anak kita," katanya penuh harap. Suamiku mengira anak yang kukandung adalah anaknya. Kini aku sama dengan bu Waty sahabat akrabku. Dia juga melahirkan anak bungsunya yang sekaligus adalah cucunya. Tapi aku tidak menceritakan kehamuilanku karean anak bungsuku Rio. Bu Waty mengira kehamilanku karena persetubuhanku dengan suamiku.
AKhirnya aku melahirkan anak bungsuku, juga cucuku dengan selamat dalam umurku 39 tahun. Bayi sehat, seorang laki-laki perkasa dengan suara tangis yang kuat. Rio menjengukku dan tersenyum padaku. Saat tak ada orang di kamar, Rio mengcup bibiku dan mengisap lidahku.
"Aku mencintaimu Mirna..." bisiknya ke telingaku. AKu tersenyum puas.
Aku tiduran di bagian belakang rumah. Di atas sebuah amben sederhana. Anakku Rio sedang membaca
novel. Aku baringkan tubuhku di sampaingnya. Dia anak yang tampan, walau masih berusia 16 tahun. Wajahnya persis wajah ayahnya. Anak satu-satunya lelaki. Sementara anakku yang pertama adalah perempua dan sudah menikah. Hari imnggu pagi itu memang sangat cerah. Wajar saja, kalau Rio tiduran membaca novelnya dengan bertelnajg dada hanya memakai celana pendek saja. Dadanya yang bidang membuatnya lebih tampan lagi.
Rio menarik tanganku sebelah kanan dan diletakkannya di atas bantal, lalu tanganku ditindihnya pakai tengkuknya. Kepalanya semakin tinggi, membuatnya bisa membaca lebih asyik, mungkin. Tiba-tiba saja Rio memiringkan tubuhnya dan memelukku. Sebelah kakinya sudah berada di pahaku. Aku merasa ujung dengkulnya begitu menyentuh paginaku. AKu merasa risih. Tapi anak bungsuku itu, memang selalu manja dan kemanjaannya itu, membuatku bertahan untuk tidak bercerai dari ayahnya. Sesekali dibelainya rambutku dengan kasih sayangnya dan diciumnya pipiku. Dia biasa menicum pipiku.
Rio membuang novelnya entah kemana. Mungkin ke lantai. Lalu Rio memiiringkan tubuhku dan meminta aku memeluknya juga. Ah...manja sekali anak bungsuku ini, pikirku. Aku memiringkan tubuhku dan memeluknya.
"Mama wangi. Pakai sabun apa mandinya?" tanya anakku. Gaya bertanya seperti menanyai seorang anak kecil saja. Sepertinya aku bukan ibunya. Aku tak menjawab pertanyaannya, karean hatiku masih marah kepada papanya. Lalu dia memegang tetekku dan mempermainkannya.
"Ma...aku netek ya..." katanya.
"Ih...kamu usdah besar mau netek. Gak malu..." kataku ketus.
"Biar, kan tetek mamaku sendiri. Lagi pula udah lupa bagaimana menetek. Kan waktu aku netek masih bayi. Jadi udah lupa bagaimana rasanya," katanya manja. Dia tak perduli reaksiku dan membua kancing dasterku lalu mengeluarkan tetekku yang memang aku tidak memakai bra.
"Rio...jangan urakan ah. Kan kamu sudah besar. Apa gak malu?" bentakku. Rio meneruskan mengeluarkan tetekku dan langsung menyedotnya. Aku membiarkannya saja. Kemanjaannya membuatku menjadi sedikit tenang dari kemarahan suamiku. Lama-lama aku menikmati juga isapan bibir Rio di tetekku.
"Udah...Rio...malu ah..." kataku. Eh...justru rio mengganti mengisap tetekku yang sebelah lagi. Aku merasakan, ada sesuatu yang menempel di pahaku. Pasti penisnya Rio sudah mengeras. Bagaimana caranya aku memberhentikannya dan Rio tidak terseinggung. AKu tahu, kalau Rio terseinggung dia bisa diam selama sebulan dan aku pasti kesepian kalau Rio tak mau bicara.
Tangan Rio membelai-belai pahaku. Tangannya berada di sela pahaku dan Rio memasukkan tangannya ke celana dalamku.
"Rio... kenapa sayang?" sanggahku pelan. Tangan itu justru memeorotkan celana dalamku.
"Rio...?"
"Rio mau Ma."
"Mau apa sayang?" Rio diam. Dia menurunkan celana dalamku. Aku protes atas tindakannya itu. Tapi dia berkeras menurunkan celana dalamku. Kini celana dalam itu sudah terlepas. Saat itu pula Rio melapas celananya dan dia sudah telanjang bulat.
"Kenapa Rio...? Aku kan Mama-mu sayang?"Rio tidak menjawab, justru bibirnya sudah menempel di bibirku. Disedotnya bibirku. Aku berusaha menolaknya. Tapi Rio sudah berada di atas tubuhku. Bibirkua dilumatnya dan buah dadaku mulai diremas-remasnya. Ditariknya dasterku ke atas dan dipaksanya daster itu lepas dari leherku dan kedua tanganku. Kini aku sudah bertelanjang.
"Rio..." hanya itu yang bisa kukatakan, karena aku juga sudah horny, atas gesekan kulit tubuh kami.
"Masukkan Ma?" katanya. Secara tak sadar aku menuntun kemaluannya memasuki lubangku. Lubangku yang sudh basah, begitu mudahnya menelan kemaluan anak bungsuku itu. Dengan cepat dia memaju-mundurkan kemaluannya ke dalam vaginaku. Kami bersetubuh dan aku mulai memberinya peluang. Sudah terlanjur. Kesalahanku, kenapa tidak sedaritadi aku menolaknya dengan tegas. Aku ternyata menikmatinya juga. AKu sudah hilang malu. Aku membutuhkannya juga. Kami bersetubuh, layaknya suami istri.
"Aku mencintaimu..." katanya berbisik di telingaku. Bisikan mesra yang membuat gairahku semakin meninggi. Rasanya aku kembali remaja dan muda. Aku mengimbangi tusukannya yang menggairahkan itu. Kupeluk Rio kuat-kuat dan Rio juga menekan kemaluannya kuat-kuat. Kami saling mencumbu dan memberikan yang terbaik.
"Ayo sayang...Mama sudah mau sampai," kataku. Rio mempercepat tusukannya dan aku tak mampu menahan gairahku. Aku orgasme dengan penuh nikmat. Ruio masih terus mempercepat tusukannya ke liangku dan memelukku erat-erat. Lalu aku merasakan spermanya membasahi rahimku. Kami berpelukan dengan mesra. Dikecupnya bibirku dan mengucapkan terima kasihnya.
"Jangan sampai Papa-mu tahu..?" kataku. AKu mendengar jawabannya yang mengerikan.
"Aku mencintaimu sayang. Biarkan si bajingan itu mati dengan para kekasihnya itu," ucap Rio tegas. Rupanya Rio juga tahu kelakuan ayahnya yang menyakitkan hatiku.
"Mulai sekarang, hanya dihadapan orang lain kau Mamaku. Sejak sekarang, kau adlah isteriku, kekasihku, pujaanku," katany penuh geram. Aku terkejut, Rio memangilku dengan kata kau.
"Enggak boleh begitu sayang. Rio tetap anak Mama," protesku.
"Tapi bebaskan aku memanggilmu sayang atau namamu," katanya.
"Nanti keceplosan, kita malu," kataku merajuk hatinya. Sebanrnya aku juga marah kepad Papanya.
"Biar si bajingan itu dengan para kekasihnya dan kita balaskan dengan cara kita," katanya lebih tegas lagi.
Dituntunnya aku ke kamar mandi dan Rio mencebokiku dengan air sejuk. Disabuninya vaginaku. Dengan bertelanjang bulat, kami kembali beperlukan di amben belakang rumah. Kembali Rio menciumi bibikru, mengisa tetekku dan menjilati vaginaku dengan rakus dan buas. Birahiku kembali bangkit dan kami melakukan hubungan seks kembali denganlebih seru. Sejak itu, kami tak pernah melewatkan untuk bercinta. Dan aku juga entah kenapa tidak menicntai Rio sebagai anak lagi, tetapi sebagai seorang kekasih dan suami. Dua byulan kemudian aku dinyatakan hamil. Aku katakan kepad Rio tentang kehamilanku. Rio tersenyum.
"Mirna...jangan kandunganmu sayang. Jaga anakku baik-baik," katanya dan mencium bibirku. Aku terharu atas ucapannya itu. Rio juga memintaku agar melaporkan kehamilanku kepada Papa. Aku melaporkannya dan suamiku bahagia sekali aku hamil dan bakal melahirkan.
"Jaga kandunganmu. Jaga anak kita," katanya penuh harap. Suamiku mengira anak yang kukandung adalah anaknya. Kini aku sama dengan bu Waty sahabat akrabku. Dia juga melahirkan anak bungsunya yang sekaligus adalah cucunya. Tapi aku tidak menceritakan kehamuilanku karean anak bungsuku Rio. Bu Waty mengira kehamilanku karena persetubuhanku dengan suamiku.
AKhirnya aku melahirkan anak bungsuku, juga cucuku dengan selamat dalam umurku 39 tahun. Bayi sehat, seorang laki-laki perkasa dengan suara tangis yang kuat. Rio menjengukku dan tersenyum padaku. Saat tak ada orang di kamar, Rio mengcup bibiku dan mengisap lidahku.
"Aku mencintaimu Mirna..." bisiknya ke telingaku. AKu tersenyum puas.
whahaha
BalasHapusTridinamika
Pulau tidung | wisata pulau tidung | paket pulau tidung
828bet.com agen bola terpercaya piala dunia 2014
Citra Indah | Citra Gran
Nano spray
Pinjaman Modal Usaha | Pinjaman Tanpa Jaminan | Pinjaman Tanpa Agunan