Hasil tangkapan Burhan dan Maimunah kelihatan baik-baik saja. Isteri Burhan yang masih memiliki bayi merah, senang-senang saja. Demikian juga Suami Maimunah yang selalu mengeluarkan lendir (ngences) dari mulutnya dan terus terbaring di tempat tidur atau di dudukkan. Suami Maimunah, ayah Burhan sudah tak bisa ditangkap lagi, apa yang dibicarakannya. Sudah dibawa ke berbagai dukun yang mengatakan, pohon tempatnya memanjat itu ada hantunya, hingga harus dibuatkan syaratnya. Sudah berkali-kali disyarati, namun tak sembuh juga. Maimunah pun atas anjuran Burhan, selalu bercerita kepada tetangga, kalau dirinya selalu dipaksa oleh suaminya untuk betrsetubuh. Maimunah diminta dari atas dan harus begini dan begitu dengan bumbu mebenaskan, Maimunah terus bercerita kemana-mana. Tetangga pun merasa simpati kepada Maimunah.
"Hayo cepat... bawa jaring, biar kita kerja cari ikan yang banyak untu mengobati bapakmu," teriak Maimunah seakan marah kepada Burhan. Burhan pun dengan cepat menyiapkan segalanya. Mereka naik ke perahu dan berkayuh ke tengah laut, setelah isteri Burhan, menantu Maimunah memberikan bontot untuk makan siang mereka berdua. Layar pun terkembang dan Maimunah mulai mengeser duduknya merapat ke belakang dan menyandarkan dirinya ke dada Burhan dengan manja.
"Pandai juga Emak, hingga mereka semua simpati kepada kita," ujar Burhan,. Maimunah tersenyum saja. Mereka mendatangi pulau, kemudian menebar perangkap penangkap kepiting, lalu ke pulau lain dan terus menebar perangkap kepiting. Orang-orang yang mengetahui kalau itu perangkapnya Burhan dan ibunya, mereka tak mengusiknya, karena mereka juga takut pada Burhan yang sangat tempramental. Ada beberapa pulau yang mereka tebar. Kemudian Burhan mengarahkan haluan perahu nun ke pulau yang jauh di sana.
"Kenapa kita begitu jauh?" tanya Maimunah.
"Agar kita aman," kata Burhan. Maimunah pun tersenyum. Dia sudah ketagihan mendapat nikmat dari Burhan. Sembari berlayar, Maumunah mengarahkan tangan Burhan memasuki baju kaosnya agar Burhan meremas-remas teteknya.
Semua teman mereka satu pulau, mengenal layar Burhan yang merah bergaris-garis. JIka layar itu melintas, mereka malah menjauh, karena mereka takut bertengkar dan mengakibatkan perkelahian dengan Burhan. Melihat layar Burhan menuju pulau yang terjauh, mereka selain bertanya-tanya, juga ada rasa kagum, ibu dan anak itu berani berlayar sebegitu jauh, dengan adlih harus kerja keras untuk mendapoatkan uang untuka mengobati seorang ayah yang sedang sakit.
Pulau kecil, dikelilingi sekali. Kemudian mketreka bertambat di tempat teduh dengan pasir yang landai. Sejauh mat amemandang tak ada kelihatan perahu. Hanya ada sebuah kapal besar yang melintas nun di kejauhan. Burhan Maimunah memeluk Burhan dan dengan buasnya dia langsung melumat bibir Burhan. Dielusnya kontol Burhan dari balik celana.
"Aku gak pernah puas dan rasanya tak pernah mau berhenti," kata Maimunah. Dikeluarkannya teteknya dan diminta untuk dilumat oleh Burhan. Burhan mulai melumatnya dan mempermainkannya. Burhan mengajak Maimunah agak ke dalam pulau. Disana mereka menelanjangi diri mereka dan mengembangkan kain layar sebagai alas mereka. Mulailah mereka bergumul dan saling merangsang. Maimunah belum pernah dijilati memeknya dan beluim pernah pula mengulum-nguluim serta menjilati kontol siapapun juga.
Maimunah pun merengek-rengek meminta, agar Burhan memasukkan kontolnya ke dalam memeknya yang sudah ternganga sadari tadi.
"Ayo sayang. Jangan sampai Emak tersiksa lama-lama," pinta Maimunah memelas. Burhan mulai mengocoknya maju-mundur. Setalah hampir 20 menit mempompa memek Maimunah, Maimunah menjerit-jerit kecil kenikmatan. Dia memeluk Buirhan dengan kuat sekali, sampoai Burhan juga memuntahkan spermanya. Denagn nafas terengah, mereka tersenyum dan Maimunah secepatnya memakai kembali pakaiannya, menjadi kemungkinan ada manusia lain. Burhan juga demikian.
Mata hari sudah berada di ubun-ubun. Merek amengambil bontot dan makan siang. Pada saat makan siang itulah Maimunah menyampaikan kabar kepada Burhan, kalau dia sudah hamil dua bulan. Burhan menatap Maimunah.
"Benarkah," tanya Burhan. Maimunah mengangguk bangga.
"Anakmu... cucuku," kata Mamunah. Burhan tersenyum. Dia mengerti makna ucapan emaknya itu.
"Lalu bagaimana?" tanya Burhan.
"Tetangga sudah aku atasi juga seisi keluarga kita, termasuk isterimu dan adik-adikmu. Tinggal Bapakmu. Bapakmu, aku yang atasi, kau pura-pura tidak mengerti saja," kata Maimunah. Burhan setuju dan tersenyum.
"Sudah lama aku menginginkan ini, Mak. Sebenarnya sudah lama aku ingin punya anak dari Emak. Anak kita," kata Burhan. Maimunah pun tersenyum
Brrhan menebar jala dan hari itu mereka memang lagi mujur banyak ikan yang dapat. Saat mereka menyinggapi pulau-pulau yang ditebari alat penagkap kepiting, juga banayk juga yang dapat. Mereka tersenyum.
"Berlipat ganda rezeki kita, Mak," kata Burhan. Maimunah tersenyum.
Perut Maimunah semakin besar dan besar. Isteri Burhan senyum-senyum saja bahkan mengatrakan, agar Burhan menjaga Emaknya bila melaut jangan dikasi kerja berat. Burhan justru sangat senang dalam kehamilan ibunya, mereka terus bersetubuh di sela-sela pohon bakau.
Maimunah tau, kalau kehamilannya itu dipertanyakan oleh suaminya, tapi Maimunah tak mau menjawab bahkan lidahnya dia peletnya mengejek suaminya yang sudah tiga tahun tak memberinya nafkah bathin.
Soatu sore saat Burhan dan Maimunah mau menebar jala, tiba-tiba nelayan berteriak dari kejauhan. Niagt mereka mau bersetubuh memasuki pohon bakau, terhenti karena ada yang mengsik.
":Kelian harus sgeera kembali."
"Kenapa?"
"Maaf, suami kakak meninggal dunia?"
Maimunah pura-pura menangis histeris dan Buhran demikian sedih melihat Emaknya menangis. Cepat mereka kembali. Tak seorang pun yang tau, Saat merek amau berangkat subuh tadi, Maimunah membubuhkan racuk ke dalam gelas kopi suaminya. Sepertio biasanya, suaminya begitu bangun, tanpa cuci mulut apalagi sikat gigi, langsung minum kopi. Maimunah sempat melihat suaminya meneguk setengah gelas kopi yang dia hidangkan.
"Sudahlah Mak. Emak harus tabah. Kita semua harus tabah," bujuk Burhan yang tak mengerti apa-apa. Suaminya, sebelum anak-anaknya dewasa, pernah berlaku sangat kerjam terhadap Maimunah.
Setelah anak mereka lahir, Maimunagh diam-diam meminum ramuan, agar dia tak hamil lagi. Peranakannya dikeringhkand engan meminum ramuan, hinga dia takkan pernah melahirkan lagi. Tak seorang pun percaya, kalau anak bungsu Maimunah adalah anaknya dengan Burhan yang juga anak kandungnya sendiri.
Habis.......
"Hayo cepat... bawa jaring, biar kita kerja cari ikan yang banyak untu mengobati bapakmu," teriak Maimunah seakan marah kepada Burhan. Burhan pun dengan cepat menyiapkan segalanya. Mereka naik ke perahu dan berkayuh ke tengah laut, setelah isteri Burhan, menantu Maimunah memberikan bontot untuk makan siang mereka berdua. Layar pun terkembang dan Maimunah mulai mengeser duduknya merapat ke belakang dan menyandarkan dirinya ke dada Burhan dengan manja.
"Pandai juga Emak, hingga mereka semua simpati kepada kita," ujar Burhan,. Maimunah tersenyum saja. Mereka mendatangi pulau, kemudian menebar perangkap penangkap kepiting, lalu ke pulau lain dan terus menebar perangkap kepiting. Orang-orang yang mengetahui kalau itu perangkapnya Burhan dan ibunya, mereka tak mengusiknya, karena mereka juga takut pada Burhan yang sangat tempramental. Ada beberapa pulau yang mereka tebar. Kemudian Burhan mengarahkan haluan perahu nun ke pulau yang jauh di sana.
"Kenapa kita begitu jauh?" tanya Maimunah.
"Agar kita aman," kata Burhan. Maimunah pun tersenyum. Dia sudah ketagihan mendapat nikmat dari Burhan. Sembari berlayar, Maumunah mengarahkan tangan Burhan memasuki baju kaosnya agar Burhan meremas-remas teteknya.
Semua teman mereka satu pulau, mengenal layar Burhan yang merah bergaris-garis. JIka layar itu melintas, mereka malah menjauh, karena mereka takut bertengkar dan mengakibatkan perkelahian dengan Burhan. Melihat layar Burhan menuju pulau yang terjauh, mereka selain bertanya-tanya, juga ada rasa kagum, ibu dan anak itu berani berlayar sebegitu jauh, dengan adlih harus kerja keras untuk mendapoatkan uang untuka mengobati seorang ayah yang sedang sakit.
Pulau kecil, dikelilingi sekali. Kemudian mketreka bertambat di tempat teduh dengan pasir yang landai. Sejauh mat amemandang tak ada kelihatan perahu. Hanya ada sebuah kapal besar yang melintas nun di kejauhan. Burhan Maimunah memeluk Burhan dan dengan buasnya dia langsung melumat bibir Burhan. Dielusnya kontol Burhan dari balik celana.
"Aku gak pernah puas dan rasanya tak pernah mau berhenti," kata Maimunah. Dikeluarkannya teteknya dan diminta untuk dilumat oleh Burhan. Burhan mulai melumatnya dan mempermainkannya. Burhan mengajak Maimunah agak ke dalam pulau. Disana mereka menelanjangi diri mereka dan mengembangkan kain layar sebagai alas mereka. Mulailah mereka bergumul dan saling merangsang. Maimunah belum pernah dijilati memeknya dan beluim pernah pula mengulum-nguluim serta menjilati kontol siapapun juga.
Maimunah pun merengek-rengek meminta, agar Burhan memasukkan kontolnya ke dalam memeknya yang sudah ternganga sadari tadi.
"Ayo sayang. Jangan sampai Emak tersiksa lama-lama," pinta Maimunah memelas. Burhan mulai mengocoknya maju-mundur. Setalah hampir 20 menit mempompa memek Maimunah, Maimunah menjerit-jerit kecil kenikmatan. Dia memeluk Buirhan dengan kuat sekali, sampoai Burhan juga memuntahkan spermanya. Denagn nafas terengah, mereka tersenyum dan Maimunah secepatnya memakai kembali pakaiannya, menjadi kemungkinan ada manusia lain. Burhan juga demikian.
Mata hari sudah berada di ubun-ubun. Merek amengambil bontot dan makan siang. Pada saat makan siang itulah Maimunah menyampaikan kabar kepada Burhan, kalau dia sudah hamil dua bulan. Burhan menatap Maimunah.
"Benarkah," tanya Burhan. Maimunah mengangguk bangga.
"Anakmu... cucuku," kata Mamunah. Burhan tersenyum. Dia mengerti makna ucapan emaknya itu.
"Lalu bagaimana?" tanya Burhan.
"Tetangga sudah aku atasi juga seisi keluarga kita, termasuk isterimu dan adik-adikmu. Tinggal Bapakmu. Bapakmu, aku yang atasi, kau pura-pura tidak mengerti saja," kata Maimunah. Burhan setuju dan tersenyum.
"Sudah lama aku menginginkan ini, Mak. Sebenarnya sudah lama aku ingin punya anak dari Emak. Anak kita," kata Burhan. Maimunah pun tersenyum
Brrhan menebar jala dan hari itu mereka memang lagi mujur banyak ikan yang dapat. Saat mereka menyinggapi pulau-pulau yang ditebari alat penagkap kepiting, juga banayk juga yang dapat. Mereka tersenyum.
"Berlipat ganda rezeki kita, Mak," kata Burhan. Maimunah tersenyum.
Perut Maimunah semakin besar dan besar. Isteri Burhan senyum-senyum saja bahkan mengatrakan, agar Burhan menjaga Emaknya bila melaut jangan dikasi kerja berat. Burhan justru sangat senang dalam kehamilan ibunya, mereka terus bersetubuh di sela-sela pohon bakau.
Maimunah tau, kalau kehamilannya itu dipertanyakan oleh suaminya, tapi Maimunah tak mau menjawab bahkan lidahnya dia peletnya mengejek suaminya yang sudah tiga tahun tak memberinya nafkah bathin.
Soatu sore saat Burhan dan Maimunah mau menebar jala, tiba-tiba nelayan berteriak dari kejauhan. Niagt mereka mau bersetubuh memasuki pohon bakau, terhenti karena ada yang mengsik.
":Kelian harus sgeera kembali."
"Kenapa?"
"Maaf, suami kakak meninggal dunia?"
Maimunah pura-pura menangis histeris dan Buhran demikian sedih melihat Emaknya menangis. Cepat mereka kembali. Tak seorang pun yang tau, Saat merek amau berangkat subuh tadi, Maimunah membubuhkan racuk ke dalam gelas kopi suaminya. Sepertio biasanya, suaminya begitu bangun, tanpa cuci mulut apalagi sikat gigi, langsung minum kopi. Maimunah sempat melihat suaminya meneguk setengah gelas kopi yang dia hidangkan.
"Sudahlah Mak. Emak harus tabah. Kita semua harus tabah," bujuk Burhan yang tak mengerti apa-apa. Suaminya, sebelum anak-anaknya dewasa, pernah berlaku sangat kerjam terhadap Maimunah.
Setelah anak mereka lahir, Maimunagh diam-diam meminum ramuan, agar dia tak hamil lagi. Peranakannya dikeringhkand engan meminum ramuan, hinga dia takkan pernah melahirkan lagi. Tak seorang pun percaya, kalau anak bungsu Maimunah adalah anaknya dengan Burhan yang juga anak kandungnya sendiri.
Habis.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar