Minggu, 21 Agustus 2011

Perahu (1)


Ayah sedang sakit. Ibu menjaganya di rumah. Tidak dibawa ke rumah sakit, karen ketiadaan uang. Untuk sementara, aku yang menggantikan ayah melaut. Ayah terus menerus batuk dan mengeluarkan darah. TBC, kata orang-orang. Aku pun menmbus kabut pagi ke tengah laut, semebari menebar jaring kecil sendirian dengan perahu milik ayah. Perahu kecil dengan cadik kesil di kedua sisinya. Aku pun berhenti sekolah.
Adikku Sutinah, mulai besok libur sekolah. Dia kelas 1 SMP, tak lagi naik ke kelas 2. Aku senang, begitu adikku Sutinah libur, berarti ada yang menolong ibu di rumah. Tapi malah adikku SUtinah ingin ikut denganku melaut. Akhirnya ibu mengizinkannya.

Matahari belum muncul. Angin masih berhembus ke laut. Kami cepat-cepat naik perahu dan mengkayuh agak ke tengah. Lalu kami pasang layar kecil. Dan perahu pun melaju ke tengah laut. Aku tingalmenjaga kemudi agar perahu lurus jalannya. Sutinah duduk di depanku dan menghadap ke arahku. Sesekali dia mempermainkan air laut yang berdesir-desir. Dia berpegangan kuat ke dinding perahu dengan kedu tangannya. Tiba-tiba ombak di depan menggelombang. Perahu kami terangkat ke atas, kemudian tehempas ke bawah. Saat itu, rok Sutinah terangkat. Akh... Sutinah, tidak memakai celana dalam. Mungkin lupa, atau mungkin celana dalamnya lagi basah. Maklum dia hanya memiliki dua buah celana dalam. Akhirnya kami sampai ke pulau kecil. Aku menabur jaring kecil berkeliling. Usai itu, ujung tali, kami tambat ke buritan, dan kami sama-sama berkayuh ke tepi pantai pulau kecil itu.

Jangkar yang terbuat dari sepotong besi yang melengkung, kami jatuhkan, agar perahu tak bergerak. Kami perlahan-lahan menrik ujung tali. Tangan kami merasakan aga getar-getar kecil jauh di ujung jaring. Aku yakin, ada ikan di dalamnya. Jaring semakin mendekat. Kami pun mengangkatnya. Benar, ada pulan ikan ukuran kecil, sedang dan agak besar. Kami memasukkannya ke dala perut perahu. Saat mengangkat yang terakhir, Sutinah tepeleset. Tercebur ke laut. Untung aku masih sempat mengangkat semua jaring itu ke dalamperahu. AKu melihat Sutinah bersusah payah berenang mendekati perahu. Aku mencebur ke laut dan menangkap adikku itu. Diakugendong dan kuangkat ke dalam perahu. Saat kutolak pantatnya, terpegang oleh pantatnya yang tanpa celana dalam. Aku menyentuh buah dadanya yang mungil.

Sutinah hanya memakai baju kaos tipis dan tidak juga memakai beha. Selama ini dia hanya memakai singlet saja.. Akibat kuyup, teteknya membayang di bajunya, tanpa dia sadari. Aku terkesima dan langsug birahiku bangkit. AKu diam saja, agar tetek itu tetapmembayang di bajunya yang basah.
"Maafkan aku, Mas," katanya ketakutan. Dia takut aku marah, karena ketidakhati-hatiannya. Aku diam saja dan membenahi jaring untuk kubuang sekali lagi. Sutinah mendekatiku dan mendekapku, sembari kembali meminta maaf. Aku kasihan padanya. Aku balas memeluknya. Kami berpelukan. Kemudian perlahan kembali mengkayuh ke tengah dan menebar jaring yang kedua kalinya. Dua puluh menit kemudian, kami kembali menariknya dan mengangkat puluhan ekor ikan yang ukuran kecil dan menengah. Kami hitung bersama, ada 62 ekor ikan, berkisar 11 kilogram. Kami pun merapatkan perahu ke pulau kecil. Sutinah kuajak ke sebuah pancuran kecil yang mengalirkan air sejuh dari puncak bukit. Kupangil Sutinah untuk mandi. Mulanya dia ragu. Kuseret tangannya. Lalu kubuka pakaiannya.
"Malu Mas" katanya.
"Kamu harus mandi dik. Nanti kamu sakit, air laut lengket di tubuhku," kataku beralasan. AkhirnyaSutinah mamu membuka bajunya dan bertelanjang. Dia menutupi teteknya dengan sebelah tangannya dan sebelah lagi menutupi memeknya yang belum berbulu sama sekali. Aku juga membuka pakaiankua dan bertelanjang lalu sama-sama mandidi pancuran kecil itu. Aku menyuruhnya cepat, takut kalau ada nelayan lain yang datang. Kemudian aku mencuci pakaiannya yangkena air laut. Setelah memerasnya, memakaikannya kembali. Hari meulai meninggi. Kami takut, ikan kamitak laku, kami pulang ke tepian. Kami naik ke perahu.

Layarakecil, kembali kami pasang agar tak perlu mengkayuh. Kumintaagar Sutinah dekat denganku. Saat perahu berjalan perlahan, kuminta agar Sutinah naik ke pangkuanku. Lagi-lagi Sutinah ragu. Setelahkupelototi, akhirnya dia naik ke pangkuanku. Punggungnya menyender ke dadaku. Perlahan penisku naik. Perlahan celana yang hanya pakai karet tanpacelana dalam itu kupelorotkan ke bawah. Lalu kuangkat Sutinah dan kusingkap rok-nya. Jelas, penisku menempel di belahan pantatnya. Sebelah tanganku memegang kemudi dan sebelah lagi memeluknya. Kumasukkan tanganku ke sebalik baju kaosnya dan mengelus-elus buah dadanya.
"Mas... nanti..."
"Udah... diam saja," aku setengah membentak. Perahu terus melaju menuju tepian. Menurut perkiraan, akan sampai berkisar satu jam lagi. Secepatnya jika angin kencang, 45 menit.
"Mas... geli..."
"Yah. Mas tahu, geli. Tapi neak kan? Jangan bohong," kataku. Sutinah diam. Akhirnya Sutinah menggeliat-geliat. Ujung penisku sudah sesekali menyentuh-centuh parit memeknya. Aku merasa nimat sekali. Sutinah pun menunduk-nunduk sepertinya dia mencari-cari agar ujung penisku mengenai klentitnya. Aku mendengar sesekali dia mendesah. Kuciumi lehernya seraya terus meraba pentil teteknya yang masih kecil. Sampai akhirnya aku melepaskan spermaku.

Kami sampai di darat. Ibu sudah menunggu di tepian. Pembeli ikan naik sepeda sudah menungu juga. Akhirnya ikan kami jual. Rp. 83.000,- Ibu tersenyum.
"Rezeki kamu bagus Rin," kata ibu.
"Ini rezeki Sutinah, Bu," kataku. Sutinah tersenyum.
"Baguslah. Kalau begitu Besok Sutinah ikut lagi, ya" kata ibu pada Sutinah. Sutinah tersenyum dan menganguk. AKu senang.
"Sutinah harus ikut bu. Biar adatemanku dan Sutinah rezekinya bagus," pujikupula. Ibu tersenyum.
Di rumah, aku memperbaiki jaring yang koyak dan SUtinah datang.
"Besok akuikut lagi ya, Mas,"kata Sutinah sepertai membujuk.
"Ya.. Tapi seperti tadi ya. Jangan pakai celana dalam dan pakai baju kaos saja," kataku. Sutinah mengangguk. Aman pikirku.

Jaring kami tabur lagi dan tarik. Kami tabur lagi dan kami arik pula sampai tiga kali. Kami mendapatkan ikan lebih banyak dari kemarin. Aku mengajak Sutinah mandi ke pancuran. Aku sudah membawa sabun mandi. Kami mandi bedua bertelanjang. Sutinah seperti mulai biasa dan tidak malu lagi. Dalam tubuh kami dilamuri sabun, kami berpelukan. Kucium Sutinah, kuemut teteknya sampai Sutinah mengelinjang. Setelah puasmenciuminya, kami cepat memakai pakaian dan naik ke perahu. Perahu-perahu besar sudah lebih dahulu ke darat. Mereka ingin mendahului kami, agar ikan mereka lebih mahal. Aku justru senang, kami belakangan dari mereka. Perlahan aku memasang layar dan perahu melajur perlahan pula. Sutinah seperti tahu sendiri, dia mendatangiku dan naik ke pangkuanku. Aku justru memintanya agar dia menghadapku. Perlahan dia naik mengangkangi kedua kakiku. AKu sudah mengeluarkan penisku yang tegang.
"Pegang titit, Mas. Kenakan ke anu-mu," perintahku. Sutinah pun memegang penisku lalu ujungnya dia tempelkan ke lubang memeknya. Perahu terus melaju dan gelombang kecil mengayun-ayunkan kami. Gesekan demi gesekan kami rasakan, membuat kami kenikmatan. Sampai akhirnya kami berpelukan dan aku melepaskan sepermaku beberapa kali ke pintu lubang memek Sutinah.
Bibir pantai sudah jelas terlihat. Aku minta Sutinah agar duduk di tengah. Perlahan diabangkit dan duduk di tengah berpegangan pada kedua sisi perahu.

Kami tiba di pantai. Ibu juga sudah menunggu. Pedagang ikan mulai berdatangan. Kebetulan harga ikan naik dan kami menjual ikan seharga Rp.118.000,- Kembali ibu tersenyum dan memuji kami. Aku tetap memuji Sutinah. Sutinah pun tersenyum dan bangga. kamipulang ke rumah setelah menambatkan perahu dan aku pun kembali memperbaiki jaring yang rusak serta memebli benang yang kurang.
BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar