Nek Wiwa, baru saja berangkat ke pasar untuk membeli kebutuhan kami selama seminggu. Aku duduk di ruang tamu menonton TV dengan memakai celana pendek. AKu bertelanjang dada, karean memang hari agak gerah. Mungkin baru 5 menit nek Wiwaku pergi. Tiba-tiba datang adik Nek Wiwa. Aku biasanya memanggilnya Nek Sumi. Nek Sumi adik bungsu nek Wiwa, Umurnya 36 7 tahun. Nek Sumi lebih dulu
menjanda dari Nek Wiwa. Ketiga anaknya sudah menikah semua dan tinggal jauh darinya. ANtara Nek Wiwa dan adik bungsunya Nek Sumi tak pernah akur. Nek Sumi hidup sesuka hatinya saja. Rumah mereka bersebelahan, hanya dibatasi oleh dinding papan saja.Pimtu langsung terbuka dan Nek Sumi langsung masuk, kemudian menutup pintu dan menguncinya. Tatapan matanya tajam.
"Ada apa Nek?" tanyaku. Tak biasanya dia datang ke rumah Nek Wiwa.
"Ada apa? AKu yang harus tanya. Enak ya negtonti nenekmu itu? Hayo jawab," katanya membentak. AKu terkejut sekali.
"Siapa yang negntot nek," tanyaku tak kalah sengit dengam ucapan kotor itu.
"Apa kamu pikir aku tak lihat semua dari balik kamarku. Apa mataku buta. Apa telingaku budeg? Hayo jawab!" katanya. AKu jadi tak segan lagi padanya dengan caranya yang judes itu. Dia memang terkenal judes, sampai-sampai di desakitu itu sulit dia mendapatkan teman. Orang masih segan kepada Nek Wiwa, hingga orang masih menghargainya.
"Kalau kami ngentot, nek Sumi mau apa?" tanyaku menantang. Kalau dia lapor kepada orang lain, pasti oranmg tak percaya, karean dia memang suka banyak cakap dan suka menyakiti orang lain. Nek Sumi jauh lebih putih dari nek Wiwa, ennek ibu dari emakku itu. Tubuhnya lebih sintal dan wajahnya sedikit lebih cantik dengan bibirnya yang mungil.
Nek Sumi ditantang seperti itu bukannya surut, malah mendatangiku. Dia langsung naik kepangkuanku dan memelukku dan menciumi bibirku. Dia buka dasternya dan mengeluarkan teteknya.
"Ini tetekku, lebih baik dari tetek nenekmu itu," katanya judes. Dia sudorkan pentil teteknya ke mulutku. Mulanya aku ragu. Tapi sudah kepalang, aku mengecupnya dan mempermainkan lidahku di pentil teteknya itu. Langsung saja Nek Sumi membuka dasternya dan dia telanjang dipangkuanku. Dengan cepat dia membuka celana pendekku, lalu dia jilati Penisku. Dengan cepat penisku berdiri.
"Mana lebih enak jilatanku dari nenekmu itu," katanya menceracau. Aku tak tinggal diam. Aku juga meremas-remas teteknya. Serangan itu begitu tiba-tiba, membuat aku seperti tak diberi kesempatan untuk membalas. Aku ditidurkannya di atas sofa. Setelah aku terlentang, diakngkanginya mukaku. Lalu dia sodorkan paginanya ke mulutku.
"LIdahmu dijulukan saja. Jangan digerak-gerakkan," katanya setengah membentak. AKu mengikutinya. Kujulurkan lidahku tegak ke atas. Nek Sumi mempermainkan pingunya dan memutar-mutar pinggulnya. Kemudian dia berdiri setelah puas memutar-mutar pinggulnya. Kini dia memasukkan penisku ke lubang paginanya dan menakan dari atas. Di raihnya kedua tanganku untuka meremas teteknya yang masih kenyal itu. Nek Sumi dan Nek Wiwa, memang dikenal itu pembuat jamu. Sedangkan Nek Wiwa, adalah seorang dukun beranak di kampung itu.
Nek Sumi tak memberiku kesempatan untuk ikut bermain. Dia yang bermain sendiri, sementara aku mengikuti saja. Tak lama, Nek Sumi mendesah. Akhhhhaaaaahhhhh.....
Aku merasakan kepala penisku basah oleh lelehan kental dari lubang pagina Nek Sumi. Tak lama, Nek Sumi mencabut paginanya dari penisku. AKu masih melihat lelehan itu di pahanya. Dengan cepat dia memakai dasternya lalu merapikan rambutnya dengan tangan dan membuka pintu. Dia keluar dan menghempaskan pintu, tanpa sepatah kata pun juga. Bajingan, kata hatiku. Dia mau puas sendiri. Aku duduk memakai celanaku dan bengong. Aku segera ke kamar mandi membersihkan penisku. Saat aku memberishkan penisku, dari sebuah celah di kamar mandi Nek SUmi setengah berbisik:" Enak kan?" Dia tak menunggu jawabanku. Dia pergi seteleha mengucapkan kata itu.
AKu kembali ke ruang tamu. Satu jam kemudian, nenekku datang naik beca dengan membawa beberapa kebutuhan kami. Dia membeli dua bungkus nasi untuk makan kami. Aku membantu mengangkati barang-barang bawaannya. kemudian kami makan. Seusai makan, Nek Wiwa mengatakan, sebentar lagi Pak Min datang menimbang hasil panen. Kami bersiap meu segara ke sawah. Saat itu, Nek Sumi berteriak dari rumahnya dis ebelah rumah Nek Wiwa. Dia minta tolong membetulkan bola lampu. AKu memandang Nek Wiwa. Nek Wiwa mengatakan silahkan dibantu dan segera pulang dan membawa beberapa goni. Aku ke rumah Nek Sumi. Begitu aku masuk, dia langsung mendudukkan aku di atas kursi. Dia membuka celanaku dan mengisapi penisku. Gila! Benar-benar gila, pikirku. Dia tak perduli. Penisku dijilatinya sampai berdiri. Setelah berdiri, dia naik ke pangkuanku dan jongkok di sana, lalu memasukkan penisku ke dalam paginanya dan menggoyang-goyanya. AKu sangat takut ketahuan pada Nek Wiwa-ku.
"Jangan takut, dia tidak akan berani datang ke rumahku," katanya pasti. Nek Sumi terus menggoyang pinggulnya sampai akhirnya dia memelukku kuat sekali dan mendesis. Ssssstttttt. Dia sudah orgasme. Lalu dicabutnya paginanya dari penisku dan menurunkan dasternya.
"Sudah pigi sana. Kamu bantu nenekmu!" katanya meninggalkan aku. Akupunkeluar dari rumahnya. AKu mengambil goni untuk kubawa ke sawah. Aku dan Nek Wiwa pergi meninggalkan rumah menuju sawah. Di sana sudah menunggu Pak Min, juga Nek Sumi sudah berada di sawahnya. Sawah Nek Wiwa dan Nek Sumi hanya dibatasi pematang saja. Sementara dangau dan gubuk mereka kongsi. Nek SUmi sesuka hatinya saja mengambil apa saja dari dangau/gubuk Nek Wiwa. Aku mengawasi. Lumayan juga. Belum separoh dipanen, Nek Wiwa sudah mendapatkan uangnya. Sementara di sawah masih banyak padi yang belum dipanen. Selesai penimbangan, nek Wiwa minta izin padaku agar meneruskan pekerjaan panen, karena dia akan ikut pak Min untuka menerima uangnya di rumah pak Min. Aku setuju. Karean besok, minggu (Ahad) aku akan diberikan uang untuk membeli tas dan sepatu untuk keperluan sekolah. Aku senang sekali. Saat Nek Wiwa pergi, saat itu juga nek Sumi datang ke dangau/gubuk kecil itu. Mereka berpapasan di pematang sawah yang sempit. Aku melihat Nek Wiwa mengalah turun dari pematang sawah dan Nek SUmi melenggong dengan entengnya di atas pematang sawah. Gila, pikirku. Kepada kakak kandung sendiri tak mau mengalah.
Bari 30 meter nek Wiwa meninggalkanku. Tiba-tiba saja Nek Sumi mendorong tubuhku di amben dangau. Aku terlentang dibuatnya. Dengan cepat dipelorotinya celana pendekku dan mulutny langsung mebgisap penisku dan menjilatinya sampai berdiri tegak dan keras. Bukan itu saja, lubang duburku juga dijilati, membuat aku menggelinjang nikmat. Dia naikkan kain sarungnya. Dia tidak memakai celana dalam. Langsung saja dia memasukkan penisku ke lubang paginanya. Tanpa sepatah katapun, dia memutar-mutar pinggulnya, membuat penisku meradsa nikmat sekali. Hanya ada 4 menit, Nek Sumipun memelukku dan menciumi bibirku dan mempermainkan lidahku. Dia memelukku erat sekali, sampai aku merasakan penisku hangat dilumasi oleh lendir hangatnya.
Tak lama setelah itu, dia bangkit dan mencabut paginanya serta menurunkan klain sarungnya dan pergi dengan senyum ke sawahnya.
"Nanti lagi...ya," katanya pergi melengos. Benar-benar bajingan. Aku duduk termenung. Dari pematang sawah dia berdiri dan panen tak jauh dari gubuk.
"Enak tenaaaannnn," katanya tersenyum kepadaku.
"Penasarankan. Nanti kalau ada kesempatan, aku berikan kamu yang paling nikmat," katanya pula sambil tersenyum. Orang-orang tak perduli dan mengerjakan panennya dari sawahnya masing-masing. Mereka berpikir toh, aku cucu Nek SUmi juga.
Tak lama nenekku datang. Dia menunjukkan uang yang diterimanya. Dia pamit lagi pulang ke rumah untuk menyimpan uang dan memintaku menyiapkan semuanya untuk menyusulnya, terlebih hari juga mau senja. AKu setuju. Kukemasi apa yang perlu dibawa. Nek Wiwa sudah pergi meninggalkan kami. Entah dari mana datangnya, Nek SUmi sudah bverada dekatku. AKu dipeluknya dari belakang.
"Kamu belum puas ya," katanya lalu menunggingkan tubuhnya dan memintaku mengentotinya dari belakang dengan gaya goggystyle. Penisku belum hidup. Nanti sja, kataku dan bersiap-siap mau pulang. Nek Sumi tak mengizinkannya. Dia kembali mengulum penisku setelagh memelorotkan celanaku. Setelah penisku beridir kembali dia menungging dan memintaku memasukkan penisku dari belakabng. AKu berdiri dan memasukkan penisku dan m,enggoyangnya. Dia minta aku diam saja, biar dia yang mengemutnya. Terasa penisku diemut-emut oleh paginanya. Luar biasa memang, Nek SUmi ahli dalam hal ini. Tak lama, aku memang mengeluarkan spermaku banyak sekali dan nikmat.
Aku pulang ke rumah dengan membawa berbagai keperluan.
Ketika aku mandi, Nek Sumi datang lagi dan berbisik dari celah-celah dinding.
"Nanti nenekmu akan menolong orang melahirkan. Kamu jangan kunci pintu berlakang ya," katanya dan pergi seperti setan.
Ceritanya apij
BalasHapus