Aku meminum ramuan yang diberikan Nek Julia. Pahit sekali rasanya. Aku dipaksa meminumnyua, dengan dibantu oleh suaminya yang aku panggil Pak Joseph. Aku terus menggigil. Menurut Nek JUlia, untung lebih cepat ketahuan. Kalau tidak aku bisa mati, setidaknya gila. Ini masih bisa tertolong, kata mereka juga.
Setelah lulus kuliah, aku ditempatkan di sebuah desa di Kalimantan. Sebuah perkampungan yang jauh dari keramaian. Kampu dikelilingi oleh hutan lebat. Aku terserang malaria. Mulanya aku merasa demam biasa. Ternyata malaria tropikana. Sebagai ahli penyuluhan, aku mengajari mereka bagaimana bertanam pohon rotan dan pembibitannya. Tidak menebang sembarangan, lalu dibiarkan demikian saja. Rotan akan cepat habis. Pak Josph adalah kepala suku di desa itu, dan Nek Julia adalah seorang berpengatuhan pengobatan supranatural dan pengobatan ramu-ramuan. Setelah meminum ramuan itu, aku diselimuti kemudian dikeloni oleh Nek Julia yang berumur 62 tahun dan memiliki 11 cucu. Aku segan kepada suaminya. Tapi justru suaminya mengatakan, biar tak menggigil lagi. Tak lama, tengkukku dipijat kuat. Betisku dan pinggangku. Tentus aja dengan minyak pijat ramuannya. Satu jam kemudian, rasa dingin dan gigilku berangsur tenang. Aku disupi dengan nasi bubur. Aku makan lahap sekali, karena udah tiga hari tak makan. Kata Nek Julia, nanti kalau aku sudah sembuh, aku harus membayar syaratnya. Aku siap, syarat apapun akan kubayar, asalkan aku sembuh. Aku sudah tak tahan, kataku. Aku tertidur. Pukul 14.00, aku dibangunkan, lalu aku dipijat lagi. Aku menjerit-jerit dipijat nenek tua itu. Orang desa mendengar jeritanku. Tapi mereka tak berani masuk. Sudah menjadi kebiasaan, kalau Nek Julia mengobati pasiennya, dia cukup meletakkan selendang merahnya di tanga atau dimana saja, orang tak berani lagi masuk. Itu salah satu syarat dia. Lalau aku diberi minuman ramuan yang pahit itu lagi. Kalau tidak untuk sembuh, aku tak mungkin meminumnya.
Dua hari kemudian, aku segar. Nek Julia meminta aku berjemur dimatahari pagi selama 1 jam sampai aku berkeringat. Lalu daku dibawanya ke rumah. Disuruhnya aku hanya memakai sarung saja untuk dipijat. Dia memijatku mulai dari ujung jari kakiku sampai ke kepalaku. Aku benar-benar menjerit. Tiba-tiba suaminya datang dan berteriak dari luar, mengatakan dia mau ke hutan mengambil rotan. Nek julia kembali memijat pahaku dan membuka celana dalamku. Katanya harus semua dipijat. Aku terserah saja. Aku telentang dan Nek Julia mengurut kemaluanku. Disentakkannya kemaluan dengan tiba-tiba dan aku menjerit kesakitan.
"Sabar. Kemaluan seperti ini, tidak bagus. Harus besar dan panjang," katanya. Setelah rasa sakitnya menghilang, tiba-tiba Nek JUlia memulas kemaluanku dengan kuat ke kanan dan kekiri. Kembali aku menjerit. Warga desa yang mendengar jeritanku hanya tertawa terbahak-bahak, karean merkea usdah terbias amendengar orang menjerit ketika dipijat.
Nek Julia mengluarkan pucuk rotan muda yang sudah bersih dari dalam tas rajutan (khas Dayak)-nya. Dia lumuri dengan minyak pijat lalu dibacakan mantera. Rotan muda itu dipukulkan ke kemaluanku. Aku kesakitan. Ada lima kali pukulan itu, dan sebanyak itu pula aku menjerit. Aku merasa kemaluan membesar dan memanjang.
"Sudah cukup sebesar dan sepanjang ini?" tanya Nek Julia. Waaaooowww...betapa besar dan panjangnya kemalauanku. Tiga kali ukuran biasanya.
"Sudah!" kataku cepat.
"Kamu harus bayar syaratnya," kata Nek Julia padaku.
"Berapa aku harus bayar, Nek?"
"Tidak pakai uang."
"lalu?"
Dinaikkannya kain sarungku ke perutku, hingga dari pusat ke bawah, aku bertelanjang. Nek JUlia menaiki tubuhku. Kedua kakinya mengangkang di antara kedua kakiku. Dia memnaikkan sarungnya pula. Perlahan kemaluanku dituntunnya memasuki memeknya. Perlahan dan terus dia menekan tubuhnya, sampai kemaluanku memenuhi liang memeknya.
Aku melihat ke pintu yang mash terbuka.
"Jangan takut. Orang tak berani masuk," katanya yakin. Nikmat sekali rasanya. Semua batangku sudah terletan dalam memeknya dan terasa kemaluanku seperti dipijat-pijat di dalam. Tak lama, aku memuntahkan spermaku. Nek JUlia terus memutar-mutar pingulnya dan matanya terpejam. Anehnya, kemaluanku terus tegang mengeras. Tidak ada tanda-tanda melemas. Nek JUlia terus memutar-mutar kemaluanku dalam memeknya itu. Sampai akhuirnya Nek Julia memelukku kuat dan merebahkan tubuhnya di atas tubuhku. Nek Julia mendesah dan mengatakan dia sudah sampai. Setelah itu ditiupnya dahuku, dan kemaluanku perlahan-lahan memelah dan keluar dengan sendirinya dari memek Nek Julia. Nek JUlia mampu menyetel kemalauanku tegang beberapa kali orgasme tak mati-mati. Dia akan mati, kalau Nek Julia sudah orgasme dengan meniup keningku tiga kali.
Dia membersihkan kemaluianku dan aku pipis ke kamar mandi. Aku disuruhnya tidur dan aku tertidur nyenyak. Sore pukul 16.00, aku dibangunkannya. Aku disuruh makan nasi dengan lauknya kancil yang baru diburu oleh Pak Josph. Aku makan lahap sekali. Masakannya enak. Selsai makan, aku disuruh duduk di kursi. Nek Julia mengangkakngkan kedua kakiku dan meletakkan kedua kakiku di pundaknya. Sarungku di singkapnya dan dia menjilati kemaluanku. Aku melihat betapa gagahnya kemaluanku. Aku bangga dengan kemalauan seperti itu. Ketika dia menjilati kemaluanku, ujung jempol kakiku dimasukkannya ke dalam memeknya dan digoyang-goyangnya. Buah pelirku di genggamnya pakai tangan kirinya. Kemaluanku dia lahap dengan buas dan rakus. Lama sekali aku merasakan nikmat. Ada 35 menit, spermaku belum juga keluar.
"Kok belum keluar juga Nek?" tanyaku.
"Aku yang menentukan keluar atau tidak," katanya.
"Tunggu puas dulu," katanya. Dalam hatiku, terserahlah. Yang penting aku merasakan terus melayang-layang dan nimmat disiapi dan dijilati seperti itu. Nek Julia ahli sekali menjilati kemaluanku.
Aku dapat merasakan, telapak kaki bagian luar sudah dibasahi oleh lendir. Aku heran, kenapa Nek Julia setua ini, masih juga punya nafsu yang kuat.
Nek Julia melepaskan genggamannya pada buah pelirku. Kini dia menjilatinya dengan lembut dan aku berada di puncak kenikmatan. Aku menyemburkan spermaku beberapa kali di mulutnya. Aku mendengar Nek Julia menelan spermaku dengan puas.
"Bagaimana, enak?"
"Enak sekali nek."
Direngkuhnya aku ke lantai beralaskan tikar. Kami istirahat dan berpelukan. Nikmat sekali memeluk nenek di tengah hutan ini.
"Apakah nenek selalu melakukan ini kepad pasien nenek?"
"Tidak. Hanya tiga bersamamu pasien yang aku lakukan begitui. Itu karena aku menyukainya," kata Nek Julia. Semuanya adalah laki-laki muda yang dia sukai dan dia cintai.
"Bagaimana dengan Pak Josph Nek?"
"Dia tidak tahu. Makanya pandai-pandai menjaga rahasia," Tegasnya. Aku mengangguk.
"Tapi kalau ketahuan orang lain atau suami nenek bagaimana?" tanyaku.
"Mereka tak berani berbuat apa-apa. AKu katakan, ini adalah cara pengobatanku. Jadi mereka tidak percaya, ini atas kehendakku, tapi atas kehendak orang halus yang mengikut aku. Lagi pula mana ada orang percaya aku mau bersetubuh, kan aku sudah tua. Tapi mereka percaya, kalau roh yang mengikut aku adalah gaids muda dan cantik," jelas Nek Julia. Aku menganguk kagum.
Tiga tahun, aku da Nek Julia terus melakukan hal itu, di setiap ada kesempatan. Kalau aku mau menyetubuhinya, aku katakan kepada APak Josep, agar Nek Jula datang ke rumah, aku mau dipijat. Malam atau sorenya, pasti Nek Julia datang ke rumahku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar