Semua orang memanggilnya Nek Salmah. Walau usianya sudahmenginjak 53 tahun, tapi menurut orang dia tak pernah menikah. Banyak yang mengatakan, dia pernah patah hati, hingga di tak mau menikah lagi. Tingkah lakukan terkadang aneh. Mau bicara sendiri, mirip orang gila atau linglung. Tapi jika berbicara denganku, menurut penilaianku, dia tidak pernah ngawur. Hanya sekali, itu pun ketika salah seorang
penduduk kampung yang sangat dihormati datang dan diamulai bernyanyi-nyanyi sendiri.Banyak orang melarangku bicara bersamanya, karena setiap bulan purnama tiba Nek Salmah suka bernyanyi di halaman rumah, mirip bagaikan bidadari, atau meniru penyanyi dangdut dan melenggang lenggokkan tubuhnya.
Kepala desa mengatakan padaku, aku harus mendekati Nek Salmah dan membuatnya selalu gembira, agar dia tidak mengamuk. Katanya kalau dia mengamuk, dia akan merepet di balai desa. Aku pun jadi gentar juga.
Akhirnya aku mengetahui juga rahasianya. Nek Salmah memang sengaja berlaku seperti itu, agar orang-orang desa tidak mengganggunya. Sebenarnya dia tidak gila dan tidak benar stress. Dia banyak bercerita, bagaimana kekasihnya dibunuh orang dan ditubuh komunis saat merea masih remaja dulu. Padahal kekasihnya itu, adalah orang yang pintar dan rajin melaut. Sebagai mahasiswa yang ikut KKN untuk desa pantai dari Fakultas Perikanan di sebuah institut terkenal, aku selalu mendekati para nelayan.
Aku masuki gubuk NekSalmah. Ternyata tertata dengan rapi. Ada radio transistor dan TV 14. inc. AKu yakin, kalau Nek Salmah tidak gila dan tidak stress.
"Hallo sayang...." katanya padaku saat kami rapat di balai dengan dengan perangkat desa dan 16 orang mahasiswa dan dua orang dosen. Di memasuki ruang rapat, kemudian memelukku daribelakang. Aku malunya bukan main. Teman-temanku tersenyum dan kepala desa hampir sajamarah. Tapikarena semuanya tau, bahwa NekSalma orang kurang waras, akhirnya mereka senyum-senyum saja. Nek Salmah pun mengajakku untuk pergi ke pulau membetulkan jaringnya. Kepala desa menatapku dan menganggukkan kepala sebagai isyarat, aku harus menemani Nek Salmah.. Dosenku juga dan teman-temanku. AKu keluar dari Balai desa digandengn mesra oleh NekSalmah. Kami langsung menuju pantai dan naik perahu.
"Aku tau kau tak suka rapat-rapat itu, makanya aku bersikap seperti itu, agar kau bebas dari tugas-tugasmu," katanya. Akua tersenyum. Apa yang dikatakannya benar. Aku taksuka teori. AKu datang KKN untuk mempraktekkan apa yang aku peroleh dibangku kuiah. Aku melihat BH NekSalmah bersih. Pakaian dalamnya juga bersih. Aku semakin yakin Nek Salmah tidak gila.
"Apa buktinya Nek Salmah tak gila?" tanyaku berseloro. Nek Salmah diam dan terus bersamaku mendayung perahu.
"Apa Nek Salmah pernag begituan?" tanyaku semakin berani.
"Bersetubuh maksudmu?" tanya Nek Salma ces pleng. Aku mengangguk. Nek Salmah pun bercerita. Dia pernah diperkosa dua puluh tahun lalu. Ada tiga kali, kemudian pemerkosanya itu dia tikam pakai pisau saat tidur di tepi pantai. Semua ribut dan polisi tak bisa berbuat apa-apa, karean semua penduduk desa mengatakan dia tidak waras dan ada saksia yang mengatakan, kalau NEkSalmah pernah diperkosa orang yang dibunuhnya. Sejak saat itu, dia selalu menggoda pendatang untuk menyetubuhinya, walau hanya satu dua yang mau. Selebihnya menganggap Nek Salmah tak waras.
"Apakah dalam usia seperti sekarang ini Nek Salmah masih ada keinginan?" tanyaku. NekSalmah tersenyum dan terus menjaga Kemudi setelah kami menaikan layar agar ditiup angin.
Tubuhnya memang padat. Mungkin karena selalu mengkayuh perahu dan kerja berat. Wajahnya biasa saja. Tak cantik, tapi tidakjuga terlalu jelek. Aku melihat dia pandai merawat tubuhnya agar tetap awet. Buktinya, hanya ada satu-satu uban di kepalanya. Kata orang Nek Salmah suka merawat diri agar dia tetap kelihatan cantik, karena dirinya selalu membayangkan dia sebagai seorang artis top. Kulihat teteknya masih kencang, walau sedikit molor.
Kami tiba di pulau. Dalam perjalanan, banyak orang yang ditegur NekSalmah secara ngawur dan orang-orang pun menyingkir dari kami. Malajh tatapan mata mereka padaku, terasa aneh. Aku pun tak perduli.
"Mana jaringnya?: kataku. Nek Salmah tertawa. Ternyata tak ada jaring yang mau diperbaiki. Ada gubuk di pulau itu, kami duduk di sana. Saat itu timbul rasa isengku. Bagaimana kalau seorang nenek aku setubuhi, bagaimana rasanya. Kalau dengan gadis aku sudah sering, apalagi dengan pelacur. Aku pun mulai melamunkannya.
"Kamu melamun. Apa kamu melamunkan ingin menyetubuhiku? Mau coba?" kata Nek Salmah. Aku terkejut. Kenapa dia tahu aku melamunkannya. Apakah dia mulai tidak waras? Aku jadi was-was. Nek Salmah pun mendekatiku dan aku semakin was-was. Aku dipeluiknya dan dicumnya bibirku. Tangannya meraba kemaluanku yang dia masukan dari atas celanaku.
"Aku mengarti. Kamu sudah berbaik hati padaku. Aku senang, kamu mau percaya pada apa yang kuceritakan. Tak seorang mau mendengar ceritaku yang sebenarnya," katanya. Di jelaskannya, kalau Nek Salmah sudah lebih tiga puluh tahun berperan sebagai orang gila di desanya. Aku ternyuh mendengarnya. Akhirnya aku nafsu juga. Nek Salmah mengangkat roknya, kemudian menurunkan celana dalamnya yang bersih. Kamu duduk saja, katanya. Dia pun mulai mengelus-elus kemaluanku. Setelah tegak berdiri, dia mengangkangi aku yang dalam keadaan duduk. Ditekannya pantatnya ke bawah setelah menuntun pekamuluanku sampai kemaluanku masuk tertelah memeknya. Terasa kemaluanku hangat dan aku memeluknya. Tubuhnya yang mungil, membuatku tak merasa terlalu berat.
"Kamu swudah percaya kalau aku tidak gila kan?" sambungnya sembari mencium bibirku dan mempermainkan lidahnya dan kami saling mempermainkan lidah kami. Saat itu, tengah hari. Pulau sangat sunyi dan sepi. Hanya ada cicit burung-burung kecil bernyanyi sesekali dari sarangnya. Suara riak menghempas-hempas diri di bebatuan, membjuat gairah nafsu semakin menjadi-jadi.
Nek Salmah melepaskan teteknya keluar dari bra-nya. Pentilnya, seperti takpernah diisap oleh siapapun, apalagi bayi. Dia sodorkan ke mulutku dan aku mulai mengisap-isapnya. Nek Salmah mendesah-desah kenikmatan. Kami saling berpelukan dan saling menggoyang. Aaku merasakan elusan memek Nek Salmah pada kemaluanku. Kemaluannya masih berlendir. Mungkin karena dia selalu memakan makanan laut yang punya protein tinggi.
AKu memeluknya rapat dan membisikkan ke telinganya agar hunjamannya pada penisku dipercepat, karean aku mau sampai. Tiba-tiba saja daun telingaku digigitnya kuat, membuat aku kesakitan.
"Sakit Nek..." desisku agak kuat. Aku jadi ragu, apakah kegilaannya kambuh? Nek Salmah menjadi tertawa.
"Aku sengaja, agar kamu tidak cepat keluar. Sekarang sudah tak mau keluarkan?" katanya. Ya. Keinginan orgasmeku jadi terasa hilang. Nek Salmah terus memutar-mutar pantatnya, seperti memijat-mijat kemaluanku. Katanya dalam bisikan, kalau aku lebih dulu keluar, maka dia tidak akan mendapatkan kenikmatan. Kini Nek Salmah demikian aktifnya dan terus mencari-cari kenikmatannya. Sampai akhirnya dia memelukku sekuat tenaganya dan mendesah, pertanda dia sudah sampai pada nikmatya.
"Selesaikan hasratmu," bisiknya.
Kutidurkan Nek Salmah dan aku memompanya dari atas. Kami terus berpelukan dan aku memperlakukannya sepuas hatiku, sampai aku orgasme.
Nek Salmah tersenyum. Aku mulai mengatur nafasku. Setelah mencuci memeknya dan aku buang air kecil, juga mencucinya dengan air laut yang bening, Nek Salmah pergi ke perahu, mengeluarkan dua buah rantang berisi nasi yang dis asembunyikan di ujung perahu tertutup papan. Kami makan dan ternyata masakan Nek Salmah demikian lezatnya. Aku semakin yakin, kalau Nek Salmah tidak gila.
Asar sudah berlalu. Kami melihat sudah banyak orang pulang melaut. Aku ketiduran di bangku gubuk dan orang-orang yang mau mendekat ke gubuk langsung menjauh, begitu melihat Nek Salmah bernyanyi-nyanyi. Aku tersenyum. Politik Nek Salmah mengusir orang, bagus juga. Pukul 17.30, kamimelakukannya sekali lagi selama setengah jam. Kemudian kami pun pulang naik perahu ke darat.
Selama empat bulan KKN di desa itu, setidaknya dua kali semingu kami selalu bersetubuh dengan cara kami. Di atas perahu, di hutan bakau, di gubuk atau dimana saja ada kesempatan. Nek Salmah mengetahui semua seluk-beluk pulau-pulau kecil yang bertebara dekat desa itu dan mengathui dimana tempat aman.
Usah KKN aku pamit padanya. Aku sangat terkejut, saat Nek Salmah menghadiahiku empat buah celana blu jean. Cepat aku masukkan ke dalam tasku dan aku masih juga merindukan nek Salmah. Saat menyusun skripsi, akua kembali ke desa itu dengan persetujuan dekan dan ketua jurusan, tentunya juga disetujui oleh kepala desa dan aku tinggal di rumah kepala desa. Kata mereka Nek Salmah benar-benar sudah jinak dan tak mau mengamuk lagi. Mereka terus memeintaku untuk memotivasi Nek Salmah. Saat itu kusampaikan kepda NMek Salmah Nek Salmah tersenyum. Katanya, dia akan mujlai menjadi manusia wara, biar mereka memujiku, orang yang mampu membuat Nek Salmah waras. Dengan demikian aku bebas ke rumahnya kapan saja. Ya... setelah aku sarjana, aku pun sering ke desa itu dan meminta izin kepada kepala desa dan pengetua adat,l untuk tidur di rumah Nek Salmah. Mereka mengizinkannya. Setidaknya setiap empat bulan sekali aku mengunjunginya dan tidur di rumahnya dua tiga malam dan bersetubuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar