ku menikah dengan Mas Ari ketika usiaku 19 tahun. Mas Ari (35 tahun)telah punya anak dari isteri pertamanya yang menuinggal dunia, karean cancer. Anak Mas Ari bernama Jaya. Anak tunggal yang gagah berusia 13 tahun. Beda usia kami hanya berkisar 6 tahun.
Ketika itu, Mas Ari memiliki dua buah perusahaan real estate. Sati di kabupaten yang kami tinggali dan
satulagi di provinsi lain. Mas Ari selalu saja pulang pergi dengan kerjak erasnya.
Sejak aku bisa nyetir sendiri mobil baru yang dibelikan Mas Ari, aku selalu keluar masuk salon, untuk merias diriku. Saat aku merias diri di kamarku, Jaya kulihat selalu mengintipku. AKu takut melarangnya. Jangan-jangan, dia melapor ke ayahnya dan laporan itu cepat ditanggapi, maka rusaklah aku. Sementara aku butuh perlindungan untuk jadi isteruinya yang setiap bulannya mampu mengiriimkan uangk e kampung untuk ayah danibuku yang petani.
Saat aku keluar kamar, aku masih melihat di balik celana Jaya benjolan. Pasti kontolnya lagi ngaceng, saat melihat aku merias diri, dengan memakai celana dalam tanpa bra. Aku tahu, masa usianya, masa yang sangat sensitif sekali. Kuraih pundaknya dan kurapatkan ke dadaku. Kulihat Jaya seperti menutup matanya, seperti menikmati buah dadaku yang tanpa bra itu. Aku tersenyum. Terlebih mas Ari baru saja pergi ke luar provinsi mengurus real estatenya. Tiba-tiba tubuhku berdesir. Jaya yang ganteng dala usianya yang snagat muda, membuat aku lebih cepat menggelora dibandingkan dengan Mas Ari yang usianya jauh lebih tua dariku.
Kupeluk dan kuelus-elus kepalanya. Perlahan kubuka kancing blus-ku. Kutarik ke atas dan kurapatkan pentil teteku ke mulutnya. Jaya masih menutup matanya. Tak sabar, kulepaskan pakaianku, hingga aku setengah telanjang. Kugesek-gesekkan kedua buah dadaku ke pipinya.
"Isap tetek tante.." kataku berbisik. Jaya memang memanggilku tante, bukan ibu. Perlahan Jaya membuka mulutnya dan mengisap pentil tetekku dengan lembut. Uh... gila bener. Tubuhku terasa bergetar.
Saat itu, kubuka bajunya, hinga Jaya juga setengah telanjang. Bergantian kuberikan pentil tetekku untuk diisapnya.
"Kamu pasti mau ini, kan?" tanyaku berbisik. Jaya tak menjawab. Dia terus mengisap-isap tetekku.
Aku sudah tak tahan. Kulepas rok-ku. Aku sudah telanjang bulat. Kuminta Jaya melepas celananya pula. Jaya dengan sigap mengikuti permintaanku. Aku memeluknya dan perlahan membimbingnya ke karpet dekat kursi tamu. Kurebahkan diriku.
"Naik ke tubuh tante," pintaku. Jaya meaiki tubuhku. Kutuntun burungnya yang mengeras ke arah lubang vaginaku. Burung berukuran sedang itu dengan cepat hilang tertelan vaginaku. Kubiarkan sesaat. Nyatanya, Jaya tak lama bertahan. Dia mulai menarik-cucuk kontolnya di vaginaku. Aku merasakan sensasi yang luar biasa. Baru beberapa kali dia menarik-cucuk kontolnya itu,. dia sudah merangkulku dengan kuat. AKu tahu dia pasti orgasme. Benar... crooot...croot...croot, maninya tumbah dalam liang vaginaku. Sebenarnya aku sangat kecewa. Tapi aku harus sabar, kalau aku ingin menikmati tubuh Jaya. Usianya memang masih sangat mentah.
Jaya terkulai di atas tubuhku. Perlahan aku mendorongnya ke samping dan menyelimutinya. Sepuluh menit kemudian dia berdiri dan pipis ke kamar mandi. Aku tersenyum.
"Bagaimana... enak?" tanyaku. Jaya tak menjawab. Wajahnya tertunduk. Kubimbing dia naik ke tempat tidur di kamar. Kuselimuti tubuhnya, menungu dia segar kembali. Jaya membelakangi tubuhku. Dia menghadap ke dinding. Mungkin dia masih malu dan sungkan. Setelah 20 menit, aku perlahan memeluknya dari belakang dan membelai-belai dadanya. Kurapatkan buah dadaku ke punggungnya.
"Kamu hebat.." kataku. Jaya diam saja. Tanganku terus mengelus sekujur tubuhnya. Sampai ke kontolnya dan buah jakarnya. Walau Jaya masih tetap membelakangi tubuhku, namun aku merasakan kontolnya mulai bangkit. Dengan sabar aku terus mengelusnya, sementara, vaginaku sudah basah berlendir. Dan kontol Jaya sudah mulai keras. Cepat kulepaskan selimutnya. Kutarik tubuhnya agar telentang. Langsung aku menaiki tubuh anak tiriku itu. Kuarahkan kontolnya menusuk lubang vaginaku. Aku yang sudah sangat horny, mengguyang tubuhnya dari atas. Sebelah tetekku kuarahkan ke mulutnya dan Jaya mengisapnya. Aku sepertai kesetanan. Terus kuguyang dan kugoyang dari atas. Tubuh kami benar-benar rapat bersentuhan dan bergesekan. Akhirnya kutekan semakin dalam tubuhku, hingga kontolnya benar-benar hilang dan aku bergetar. Aku benar benar orgasme.
Dengan cepat kubaliknya tubuhku. Kini Jaya sudah berada di atas tubuhku. Aku tak mau, dia kehilangan kenikmatan. Kukangkankan kedua kakiku.
Jaya mulai menarik-cucuk kontolnya dalam lubangku yang sudah basah dan becek. Makin lama, Jaya mengocok lubang vaginaku semakin cepat dan cepat. Aku tahu, tak lama lagi dia pasti orgasme. Walau sebenarnya aku sudah lemas, tapi aku tak mau mengecewakan Jaya. Kujepit kedua kakiku ke punggungnya.
"Aaaakkkhhh..." Jaya berteriak pelan, sembari amenekan kontolnya sekuat-kuatnya ke dalam vaginaku dan memelukku kuat sekali. Tanpa sadar, dia menggigit pentil tetekku, membuat aku blingsatan. Croooot...crooot...croot... Terasa mani Jaya memasuki rahimku. Kupeluk dia dan kucium pipinya.
"Kamu hebat Jaya. Kamu hebat..." bisikku ke telinganya.
Kami makan malam. Seusainya, Jaya terlihat begitu letih. Ketika dia mau masuk ke kamar tidurnya, aku memanggilnya.
"Kalau papamu tidak di rumah, kamu boleh tidur bersama tante," kataku. Jaya mengangguk, lalu menuju kamar tidurku. Anak kecil yang terlalu cepat deawa, bisikku. Sejak saat itu, kami setiap malam tidur bersama. Aku sengaja tidak mengodanya. Tapi bila Jaya mulai meraba-raba tubuhku, itu pertanda dia mau menyetubuhiku dan aku langsung merespons-nya. Memang aku selalu terangsang, bia dekat dengannya.
Makin lama, Jaya semakin matang dalam bercinta. Aku sengaja memutar film-film biru dari VCD, agar Jaya pintar melalkukannya. Mas Ari juga semamin senang padaku, melihatr kedekatanku dengan putra tunggalnya Jaya. Mas Arisemakin menyayangiku. Terlebih melihat Jaya begitu manja kepadaku.
"Mungkin usia kami yang tidak terlalu jauh berbeda, membuat Ari tidak sungkan berteman denganku," kataku pada Mas Ari. Aku takut, rahasaia kami terbongkar.
"Pertahankan itu. Kasihan Jaya, dia sudah memiliki ibu, Kamulah ibunya. Kamu pasti mampu menggantikan ibunya. Tidak seperti kata orang, ibu itu kejam, ternyata kamu tidak," puji Mas Ari. Aku tersenyum dan Mas Ari juga tersenyum.
"Jaya... papa pergi dulu ya. Mungkin 10 hari. Jaga tante kamu ya..." pesan Mas Ari saat dia pergi mingu pagi itu ke luar provinsi mengurusi real estate-nya. Begitu mobilnya perlu dan derunya semakin jauh. Jaya langsung menghambur ke pangkuanku dan menciumi bibirku.
"Tante, kita ke kamar yuk..." pintanya.
Kami pun menuju pakar dan melepas semua pakaian kami.
Ketika itu, Mas Ari memiliki dua buah perusahaan real estate. Sati di kabupaten yang kami tinggali dan
satulagi di provinsi lain. Mas Ari selalu saja pulang pergi dengan kerjak erasnya.
Sejak aku bisa nyetir sendiri mobil baru yang dibelikan Mas Ari, aku selalu keluar masuk salon, untuk merias diriku. Saat aku merias diri di kamarku, Jaya kulihat selalu mengintipku. AKu takut melarangnya. Jangan-jangan, dia melapor ke ayahnya dan laporan itu cepat ditanggapi, maka rusaklah aku. Sementara aku butuh perlindungan untuk jadi isteruinya yang setiap bulannya mampu mengiriimkan uangk e kampung untuk ayah danibuku yang petani.
Saat aku keluar kamar, aku masih melihat di balik celana Jaya benjolan. Pasti kontolnya lagi ngaceng, saat melihat aku merias diri, dengan memakai celana dalam tanpa bra. Aku tahu, masa usianya, masa yang sangat sensitif sekali. Kuraih pundaknya dan kurapatkan ke dadaku. Kulihat Jaya seperti menutup matanya, seperti menikmati buah dadaku yang tanpa bra itu. Aku tersenyum. Terlebih mas Ari baru saja pergi ke luar provinsi mengurus real estatenya. Tiba-tiba tubuhku berdesir. Jaya yang ganteng dala usianya yang snagat muda, membuat aku lebih cepat menggelora dibandingkan dengan Mas Ari yang usianya jauh lebih tua dariku.
Kupeluk dan kuelus-elus kepalanya. Perlahan kubuka kancing blus-ku. Kutarik ke atas dan kurapatkan pentil teteku ke mulutnya. Jaya masih menutup matanya. Tak sabar, kulepaskan pakaianku, hingga aku setengah telanjang. Kugesek-gesekkan kedua buah dadaku ke pipinya.
"Isap tetek tante.." kataku berbisik. Jaya memang memanggilku tante, bukan ibu. Perlahan Jaya membuka mulutnya dan mengisap pentil tetekku dengan lembut. Uh... gila bener. Tubuhku terasa bergetar.
Saat itu, kubuka bajunya, hinga Jaya juga setengah telanjang. Bergantian kuberikan pentil tetekku untuk diisapnya.
"Kamu pasti mau ini, kan?" tanyaku berbisik. Jaya tak menjawab. Dia terus mengisap-isap tetekku.
Aku sudah tak tahan. Kulepas rok-ku. Aku sudah telanjang bulat. Kuminta Jaya melepas celananya pula. Jaya dengan sigap mengikuti permintaanku. Aku memeluknya dan perlahan membimbingnya ke karpet dekat kursi tamu. Kurebahkan diriku.
"Naik ke tubuh tante," pintaku. Jaya meaiki tubuhku. Kutuntun burungnya yang mengeras ke arah lubang vaginaku. Burung berukuran sedang itu dengan cepat hilang tertelan vaginaku. Kubiarkan sesaat. Nyatanya, Jaya tak lama bertahan. Dia mulai menarik-cucuk kontolnya di vaginaku. Aku merasakan sensasi yang luar biasa. Baru beberapa kali dia menarik-cucuk kontolnya itu,. dia sudah merangkulku dengan kuat. AKu tahu dia pasti orgasme. Benar... crooot...croot...croot, maninya tumbah dalam liang vaginaku. Sebenarnya aku sangat kecewa. Tapi aku harus sabar, kalau aku ingin menikmati tubuh Jaya. Usianya memang masih sangat mentah.
Jaya terkulai di atas tubuhku. Perlahan aku mendorongnya ke samping dan menyelimutinya. Sepuluh menit kemudian dia berdiri dan pipis ke kamar mandi. Aku tersenyum.
"Bagaimana... enak?" tanyaku. Jaya tak menjawab. Wajahnya tertunduk. Kubimbing dia naik ke tempat tidur di kamar. Kuselimuti tubuhnya, menungu dia segar kembali. Jaya membelakangi tubuhku. Dia menghadap ke dinding. Mungkin dia masih malu dan sungkan. Setelah 20 menit, aku perlahan memeluknya dari belakang dan membelai-belai dadanya. Kurapatkan buah dadaku ke punggungnya.
"Kamu hebat.." kataku. Jaya diam saja. Tanganku terus mengelus sekujur tubuhnya. Sampai ke kontolnya dan buah jakarnya. Walau Jaya masih tetap membelakangi tubuhku, namun aku merasakan kontolnya mulai bangkit. Dengan sabar aku terus mengelusnya, sementara, vaginaku sudah basah berlendir. Dan kontol Jaya sudah mulai keras. Cepat kulepaskan selimutnya. Kutarik tubuhnya agar telentang. Langsung aku menaiki tubuh anak tiriku itu. Kuarahkan kontolnya menusuk lubang vaginaku. Aku yang sudah sangat horny, mengguyang tubuhnya dari atas. Sebelah tetekku kuarahkan ke mulutnya dan Jaya mengisapnya. Aku sepertai kesetanan. Terus kuguyang dan kugoyang dari atas. Tubuh kami benar-benar rapat bersentuhan dan bergesekan. Akhirnya kutekan semakin dalam tubuhku, hingga kontolnya benar-benar hilang dan aku bergetar. Aku benar benar orgasme.
Dengan cepat kubaliknya tubuhku. Kini Jaya sudah berada di atas tubuhku. Aku tak mau, dia kehilangan kenikmatan. Kukangkankan kedua kakiku.
Jaya mulai menarik-cucuk kontolnya dalam lubangku yang sudah basah dan becek. Makin lama, Jaya mengocok lubang vaginaku semakin cepat dan cepat. Aku tahu, tak lama lagi dia pasti orgasme. Walau sebenarnya aku sudah lemas, tapi aku tak mau mengecewakan Jaya. Kujepit kedua kakiku ke punggungnya.
"Aaaakkkhhh..." Jaya berteriak pelan, sembari amenekan kontolnya sekuat-kuatnya ke dalam vaginaku dan memelukku kuat sekali. Tanpa sadar, dia menggigit pentil tetekku, membuat aku blingsatan. Croooot...crooot...croot... Terasa mani Jaya memasuki rahimku. Kupeluk dia dan kucium pipinya.
"Kamu hebat Jaya. Kamu hebat..." bisikku ke telinganya.
Kami makan malam. Seusainya, Jaya terlihat begitu letih. Ketika dia mau masuk ke kamar tidurnya, aku memanggilnya.
"Kalau papamu tidak di rumah, kamu boleh tidur bersama tante," kataku. Jaya mengangguk, lalu menuju kamar tidurku. Anak kecil yang terlalu cepat deawa, bisikku. Sejak saat itu, kami setiap malam tidur bersama. Aku sengaja tidak mengodanya. Tapi bila Jaya mulai meraba-raba tubuhku, itu pertanda dia mau menyetubuhiku dan aku langsung merespons-nya. Memang aku selalu terangsang, bia dekat dengannya.
Makin lama, Jaya semakin matang dalam bercinta. Aku sengaja memutar film-film biru dari VCD, agar Jaya pintar melalkukannya. Mas Ari juga semamin senang padaku, melihatr kedekatanku dengan putra tunggalnya Jaya. Mas Arisemakin menyayangiku. Terlebih melihat Jaya begitu manja kepadaku.
"Mungkin usia kami yang tidak terlalu jauh berbeda, membuat Ari tidak sungkan berteman denganku," kataku pada Mas Ari. Aku takut, rahasaia kami terbongkar.
"Pertahankan itu. Kasihan Jaya, dia sudah memiliki ibu, Kamulah ibunya. Kamu pasti mampu menggantikan ibunya. Tidak seperti kata orang, ibu itu kejam, ternyata kamu tidak," puji Mas Ari. Aku tersenyum dan Mas Ari juga tersenyum.
"Jaya... papa pergi dulu ya. Mungkin 10 hari. Jaga tante kamu ya..." pesan Mas Ari saat dia pergi mingu pagi itu ke luar provinsi mengurusi real estate-nya. Begitu mobilnya perlu dan derunya semakin jauh. Jaya langsung menghambur ke pangkuanku dan menciumi bibirku.
"Tante, kita ke kamar yuk..." pintanya.
Kami pun menuju pakar dan melepas semua pakaian kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar