Menjanda itu tidak gampang. Banyak godaannya. Untung aku mampu mengatasinya selama 11 tahun. Berjuang sendiri untuk membesarkan dan menyekolahkan dua putriku. Aku merasa bahagia sekali, saat putri pertamaku di wisuda, kemudian dalam hitungan bulan dia bekerja lalu dipersunting oleh suaminya dan dibawa merantau ke Kalimantan.
Kebahagiaanku yang kedua, saat dua tahun kemudian putriku yang kedua diwisuda. Hampir setahun dia bekerja, kemudian dia dipersunting oleh pemuda, juga dari seberang yang bekerja di kota kami. Agar aku tidak kesepian dan mereka juga tidak mengeluarkan uang banyak, mereka pun dengan senang hati menerima tawaranku. Mereka tinggal dan menetap di rumahku. Kami tinggal bersama.
Kamar kami bersebelahan. Terlalu sering aku mendengarkan rintihan kenikmatan dari putriku. Mulanya aku risih juga, tapi dalam usiaku ke 39 tahun, lama-lama aku menimati rintihan nimat putriku yang entah diapai oleh suaminya Jonson yang memang gagah, tinggi dan kelihatannya perkasa.
Saat suatu pagi Jonson keluar dari kamar madi (hanya kamar tidurku yang meiliki kamar mandi) dia melilitkan handuk di tubuhnya. Senyumnya yang manis pagi itu mendebarkan hatiku. Terlebih tadi malam aku mendengar desahan dan rintihan nikmat dari putri bungsuku. Saat itu juga kemaluanku berdenyut-denyut. Gila. Aku kan mertuanya? Andaikan orang lain, aku akan merayunya sampai bisa menaklukkannya. Walau usiaku sudah 39 tahun, tapi aku yakin tubuhk masih sintal dan masih menarik dari sisi seksualitas. Banyak mata lelaki jalang menatap body-ku. Banyak suitan dan ucapan merayu dan bahkan banyak yang harus menelan air liur mereka, bila aku melintas dekat mereka.
Lalu bagaimana dengan Jonson menantuku? Kenapa tiba-tiba aku menginginkannya, setelah mereka tiga bulan tinggal di rumahku? Kenapa pula aku selalu menanti derit ranjang mereka di kamar sebelah. Kenapa pula aku menantikan suara rintihan dan desahan nikmat dari putriku sendiri dan mebayangkan bagaimana mereka melakukan persetubuhan? Apakah aku sudah gila?
Tidak, ini tidak boleh terjadi. Tapi semakin aku berusaha menahan gejolak diriku, demikian pula aku merasakan betapa keinginan itu membubung tinggi di awang-awang yang jauh. GIlakah aku? Masih normalkah aku? Dari sisi agama mungkin tidak. Dari sisi seksualitas, aku masih 39 tahun dan suadh 11 tahun menahankan diri untuk tidak disentuh oleh laki-laki.
Saat kami sarapan pagi bersama di meja makan, aku mendengar celotehan mereka dan putriku demikian manja kepada Jonson. Duh... kenap aku jadi cemburu? Bukankah wajar saja pengantin baru dan kemudian seorangisteri memanjakan dirinya kepada suaminya dan suami memberikan kemanjaan kepada isterinya? Cepat aku menyelsaikan sarapanku, kemudian meningalkan mereka. Aku mengambil kesibukan lain seperti menata bunga-bunga di pot serta mengguntingi dedaunannya.
Saat mereka mau berangkat bekerja, mereka menyalamiku dengan takzim, cium tangan. Saat Jonson mencium tanganku, kemudian tak sengaja bibirnya terkena ke ujung jariku, langsung hatikui bergemuruh, kemudian nafsuku bergelora. Duh Gusti. Tolong aku, jangan sampai aku mencintai menantuku sendiri. Tolonglah agar nafsu yang bergejolak ini bisa aku redam.
KUhabiskan waktuku memasak untuk makan siang kami kemudian kucari berbagai kesibukan lainnya. Baru saja aku hampir menyelesaikan pekerjaanku, tiba-tiba Jonson menyapaku dan dia sudah berada di depanku. Langsung dia mendorong gerbang dan membukany alalu masuk ke rumah.
"Lho.. kok cepat pulangnya?" kataku.
"Tidak bu... hanya ada sesuatu yang ketingalan dan harus aku ambil," katanya bergegas melintasku. Saat itu kami bersenggolan. Duh... tetekku tersenggol oleh tangannya dan kebetulan tadi aku memang membuka bra-ku, karean aku merasa gerah saat aku baru saja pulang belanja. Ketika aku mau buang sampah ke bak sampah di depan ruamh, saat itu Jonson ada di depan gerbang.
Aku mengikutinya ke dalam rumah.
"Tumben pagi ini ibu cantik sekali," katanya sembari tersenyum.
"Apa benar ibu masih cantik?" tanyaku mengikuti seloronya yang aku anggap adalah seloro.
"Masih cantik lho bu. Bahenol lagi. Tubuh ibu lebih padat dan lebih berisi dari tubuk Niniek," katany amemujiku. Mungkin sja apa yang dikatakannya itu benar. Nineik putriku memang tidak montok, bahkan tubuhnya juga kurang padat.
Saat itu aku tidak mengerti, kenapa pula aku mengikuti pembicaraan yang seperti itu.
"Menurut kamu bagian mana dari tubuh ibu y ang menarik?":
"Menurutku, semua, BU. Pantat ibu masih cukup padat. Tadi aku tersenggol tetek ibu, juga masih terasa kenyal," katany sembari tersenyum. Aku menjadi malu.
Aku diam dan tertunduk, walau aku tersenyum simpul secara sembunyi juga.
"Bibri ibu juga sangat sensual, aku sebenarny amenginginkannya, Bu," katanya tegas. Aku gemuruh. Gemetar dan aliran darahku berdesir-desir. Saat aku mendongakkan wajahku, saat itu juga Jonson langsung menangkap tengkukku dan kemudian dan mengecup bibirku dan memelukku. Aku terkesima, seperti aku tersihir. Kenapa sejak beberapa hari lalu aku sangat menginginkannya, tapi saat ada peluang, justru Jonson sendiri yang memulai, aku malah menjadi kaku?
Melihat aku tidak bereaksi, Jonson melepaskan pelukannya dan segera keluar rumah sembari menutup gerbang dan menctarter motor bebeknya. Saat mau bernagkat, dia sembpat tersenyum manis dan mengedipkan matanya sebelah untukku. Aku membalas dengan senyum.
Aku kembali ke dapur untuk meneruskan memasak. Terus terang aku tidak konsentrasi. Aku masih merasakan bibir Jonson lengket di bibirku dan dan aku masih merasakan saat dipeluknya, tetekku menempel di dadanya. Aku masih merasakan tetekku nempel di dadanya yang hangat. Haruskah....
BERSAMBUNG....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar