Sudahlah mBok, Ponidi berupaya menenangkan ibunya. Ponidi sebenarnya marahjuga pada ayahnya yang menikahi perempuan lain secara diam-diam. Padahal ibunya selama ini sangat menyanginya. Walau ayahnya bekerja tidak sepenuh hati, namun ibu Ponidi tetap bekerja keras, agar keluarga itu rukun. Sayangnya ayah Ponidi justru semakin gila. Tak mau lagi perduli urusan rumah tangga, malah sebaliknya dia enak saja minum-
minuman keras dan pulang ke rumah dalam keadaanb mabuk.Rahasia itu terbongkar juga, ayah Ponidi sudah menikah denganperempuan lain dan sudah punya anak. Saat itu, ibu Ponidi minta cerai dan marah sejadi-jadinya. Sejak itu, ibu Ponidi tak habis pikir kenapa suaminya tega menikah lagi. Apa yang kurang? Tubuhnya masih montok dan berisi walau bekerja keras di ladang. Seorang anaknya yang perempuan sudah menikah dan hidup cukup. Sedang Ponidi anak kedua mereka sudah SMA dan rajin belajar serta dikenal pintar di sekolah. Lagi-lagi Ibu Ponidi menetskan air mata atas penghianatan suaminya itu.
Dengan bujkan Ponidi, akhirnya sang ibu merebahkan tubuhnya ke dada Ponidi. Ponidi langsung memeluk ibunya dengan kasih sayang. Malam itu Ponidi pun tidur bersama ibunya, agar ibunya tenang dan bathinya tentram.
"Simbok sebenarnya mau apa? Kalau bapak sudah begitu ya biarkan saja. Pokoknya, mulai sekarang dia tidak menggangu kita lagi. Aku akan membantu Simbok bekerja sepulang sekolah," rayu Ponidi menentramkan ibunya, sembari rasa geram kepada ayahnya.
"Ya... aku hanya butuh teman, yang kamu sendiri pasti tidak mengerti..." kata ibunya.
"Aku mengerti, mBok. Aku mengerti..." Ponidi terus menentramkan ibunya.
"Aku butuh teman bukan hanya bekerja, tapi hal-hal lain yang kamu tidak mengerti," kata ibunya.
"Aku mengerti mBok. Aku harap Simbok gak perlu menikah lagi. Umur Simbong hampir 45 tahun. Aku akan menemani Simbok, " kata Ponidi.
"Gak mungkin, nak. Gak mungkin. Kamu anakku?"
"Tapi aku juga laki-laki mBok," Ponidi terus menentramkan ibunya.
"Tapi mana mungkin aku bisa tidur denganmu?"
"Ini buktinya, aku tidur dengan Simbokkan?"
"Ya. Tapi bukan tidur beginian. Kamu tidak mengerti, nak," ibu Ponidi makin keras suaranya. Ponidi pun habis akal. Dia sudah lama memendam rasa pada ibunya. Pernah dia mengintipo ibunya mandi dan melihat semuanya. Saat itu Ponidi langsung onani di kamarnya. Saat Ponidi lulus SMP tahun lalu, dia membantu ibunya mencuci pakaian di parit irigasi sawah. Di sana Ponisi juga melihat paha ibunya yang mulus dan masih kenyal, penisnya juga berdiri. Ternyata ibunya mau menerima ayahnya walau sudah menikahi permepuan lain, hanya kebutuhan bathin belaka. Inilah saatnya yang tepat pikir Ponisi.
Dipeluknya ibunya dan diciumnya pipi ibunya sembari mengelus kepala ibunya.
"Sudah jangan dipikiri lagisoal Bapak. Aku bisa memberikan kebutuhan Simbok sebagaimana Bapak memberi kebutuhan Simbok selama ini," bisi Ponidi ke telinga ibunya. Ibunya jengah menatap wajah Ponidi. Saat itulah Ponidi mengecup bibir ibunya. Sebelah tangannya meremas buah dada ibunya yang besar dan kenyal, setelah melepaskan kain sarung yang melilit dadanya. Ibunya memang jarang ridur memakai pakaian lain selain lilutan kain sarung saja sebatas dada dan di sebalikkain sarung itu, ibunya tidak memakai apa-apa lagi.
"Aku ini ibumu. Kamu tidak boleh melakukan ini padaku," tolak sang ibu menolak dada anaknya. Ponidi tidak tingal diam. Kalau ibunya memang membutuhkan sekes, Ponidi juga mempu membernya dan sudah lama diinginkannya. Ponidi melawan tolakan ibunya. Dia malah mengisap buah dada ibunya setelah melorotkan kain sarungnya.
"Pon... jangan... aku ibumu..." ibunya menolak. Ponidi tidak menghiraukannya. Dia terus saja mengisap pentil tetek ibunya yang 16 tahun lalu dia isap pentilnya. Sebelah tangannya meremas tetek yang lainnya. Perlahan kain sarung ibunya diturunkannya. Kemudian dia juga melepas kain sarungnya, hingga Ponidi sudah telanjang bulat. Cepat dengan kakinya Ponidi menurunkan kain saung ibunya.
"Jangan Nak. Ibu gak rela," katanya berusaha menahan keinginan anaknya.
"Ibu diam saja. Jangan melawan," kata Ponidi sedikit berang. Mendengar bentakan Ponidi, ibunya jadi jengah juga. Sang ibu, kini juga sudah telanjang bulat. Mereka sudah sama-sama-sama telanjang bulat.
Cepat Ponidi menindih ibunya dari atas. Dengan kedua kakinya, dikangkangkannya kedua kaki ibunya.
"Simbok mau diapai, Tole...." sang ibu bertanya lirih dan sedih.
"Simbok diam saja. Nanti Simbokjuga tau sendiri," kata Ponidi. Terus dia mencumbui ibunya dan meremas tetek ibunya yang besar itu. Diraba-rabanya memang oibunya sampai basa. kemudian dia mencucuk lubang memek ibunya dan menusuknya dengan kontolnya.
"Nak... kok dimasuki...?"
"Biar saja mBok. Nikmati saja," kata Ponidi.
"Aku sudah lama kok menginginkan ini," kata Ponidi sembari mulai menghunjam kontolnya ke dalam lubang ibunya.
"Tititmu besarjuga, Tole..."sang ibu mulai memberikan respons. Sang ibu memang selama ini sangat membutuhkan persetubuhan. Itu sebabnya, dia rela bekerja sendirian dan memberikan kebutuhan suaminya untuk mabuk-mabukan, asal dia tidak diceraio dan setidaknya dua kali seminggu dia mendapat jatah.
Kali ini sang ibu merasakan gesekan dan akerasnya kontol anaknya, malah jauh lebih hebat dibandingkan dengan kontol suaminya. Dia mulai memberi respons yang baik terhadap tusukan Ponidi. Mereka berpelukan dan saling mengoiyang, sampai akhirnya mereka sama-sama mencapai puncak orgasmenya. Ponidi menekan tubuh ibunya dengan kuat dan melepaskan spemranya dengan deras, sebaliknya sang ibu memeluk Ponidi dengan kuat dengan nafasnya tak beraturan. Mereka pun terkulai keras.
Bersama mereka bangkit dan membersihkan diri ke sumur di belakang rumah. Dari rumah tetangga, masih terdengar sayup-sayup radio yang memperdengarkan ki dalang sedang memainkan wayangnya dengan musik tradisi yang sayupsayup.
Mereka memasuki kamar tidur dengan senyum.
"Bagaimana kalau ibu hamil?" tanya sang ibu.
"Gampang, mBok. Simbok memang harus hamil. Simbok harus mengandung anakku. Harus," kata Ponidi.
"Hussh... Kamu ada-ada saja. Nanti justru Bapakmu yanguring-uringan," kata sang ibu.
"Tenang saja. Besok aku akan amenemui Bapak. Aku akan katakan, kalau Simbok sedang hamil. Terserah dia mau bertangungjawab atau tidak. Yang penting aku sudah katakan. Kalau ibu Simbok hamil, ya sudah..." Ponidi tersenyum denga idenya. Ibunya juga tersenyum dan memeluk Ponidi.
"Pokoknya, mulai malam ini, Simbok adalah isteriku," bisik Ponidi. Mereka berangkulan dan memejamkan matanya, tertidur dengan telanjang bulat.
Kedua tubuh mereka saling miring, kemudian Ponidi kembali mengecup bibir ibunya dan mempermainkan lidahnya, sampai kedua kembali merasakan desir-desir tertentu. Mereka saling raba dan saling merayu. Tak lama sang Ibu menaiki tubuh anaknya, setelah kontolPonidi mengeras. Dituntunnya kontol keras itu memasuki lubangnya, lalu mulai menggiyangnya. Mereka sama-sama memberikan kenikmatan sampai keduanya kembali orgasme dan kemudian tertidur pulas sampai esok pagi matahari meninggi. Jika tetangga tidak membangunkan mereka karean ada sesuatu yang penting, mungkin keduanya tidak terbangun.
Gokil nih cerita si ponidi ma simboknya biar kata copas & editan dikit tapi asiiikkk
BalasHapus