Minggu, 21 Agustus 2011

Dendamku (5)

Setelah ayahku, habis kusiksa dengan kenikmatannya sendiri selama empat hari. ibuku pun datangmengantikan aku. Ibu yang mengantarkannya adalah abangku Nasrun. Ibu berganti dengan diriku. Kii aku yang kembali di boncengan ibuku. Dalam perjalanan waktu aku duduk di booncengan, kakaku Nasrun mulai merayuku, mengajakku ke kebun karet dulu. Aku mengerti maksudnya, kenapa aku tidak dibawa
langsung ke rumah. AKu tahu kakaku Nasrun ingin menyetubuhiku di gubuk di kebun karet. Kami pun sampai, dengan langsung kakakku Nasrun menyetubuhiku tanpa ba-bi-bu.. Setelah spermanya keluar, aku dibawanya ke rumah.

Setiba di rumah, aku langsung mandi dan menyiapkan makanan. Katanya aku harus mengantarkan nasi ke kakaku yang tertua. Aku mengantarnya, kemudian di gubuk sawah kami, kakaku tertua merayuku lagi. Aku bilag aku mau, asal dia menjilati dulu memekku. Kakaku menyanggupinya. Langsung aku ke gubuk dan mengangkangkan kedua kakiku yang memang kusengaja tanpa kolor.

Selesai dia menyetubuhiku dengan rakus, aku kembali ke rumah dengan alasan aku mau tidur, karena lelah. Di rumah aku hanya melihat adikku yang terkecil sedangkan Paklek-ku yang berumur 20 tahun bernama Diman, sedang merumput. Walau kakinya kecil sebelah, dia seorang yang rajin dan hanya taman SMP saja. Di rumah hanya ada adikku yang laki-lakiku. Dia tersenyum melihat kehadiranku.

"mBak... aku...." katanya mendekatiku.
"Apa, terus terang saja. Apa kamu mau menyetubuhi mBak?" tanyaku terus terang.
Adikku tersenyum. Melihat senyumnya akau sudah mengerti. Saat dia mendekatiku, langsung dia kupeluk dan kucium bibirnya. Aku mengajarinya berciuman, seperti yang pernah kulihat di video porno. Kami pun akhirnya bersetubuh.

LIma hari ibu di ladang baru bersama ayah, secara bergantian dua kakak dan satu adik laki-laki menyetubuhiku. Sepertinya bagi mereka tidak ada beban. Enak saja, padahal dulu mereka begitu jijik, begitu aku dimarahi ayah dan ibu, semasa aku diperkosa oleh Pakde. Bahkan dua abangku, ikut-ikutan memarahiku. Adikku satu laki-laki dan satu perempuan hanya diam saja. Paklek ku justru sedih dan menangis, melihat aku dimarahi.

Akhirnya ayahku pulang bersama ibu ke rumah. Malamnya kami kumpul. Siap makan malam, aku dibantu adikku menyuci piring dan menyiapkan segalanya. Sejak itu kakakku yang tua dan kakaku yang nomor dua meneruskan pekerjan membuka ladang baru. Ibu terus berjualan di pasar. Adik laku-lakiku dan adik perempuanku membantu sana-sini. Paklek tetap dengan tugasnya merumput sedaya mampunya. Aku tetap mendapat tugas mengantar nasi buat ayah di sawah yang sedang ditanami kacang kuning. Tentu saja aku selalu melakukan persetubuhan dengan ayahku. Jika ayah letih, aku tetap memaksa.

Dua minggu kemudian aku mendatangi ayah di sawah dan aku menyampaikan, kalau aku hamil. Ayah terkejut sekali dan wajahnya memucat.
"Aku yakin ini adalah anak ayah," kataku pasti, walau sebenarnya aku tidak hamil sama sekali. Ayah terduduk lesu.
"Lalu bagaimana?" kata ayah bingung. Aku senang sekali melihat dirinya bingung.
"Nikahi aku, Yah," kataku ketus. Ayah semakin pucat. Dia orang ternama di desa kami, harus menikahi anak gadisnya sendiri yang berumur 15 tahun.
"Tak mungkin," kata ayah. Aku memaksanya. Ayah menangis dan meminta maaf kepadaku. Kami diam sesaat.
"Kalau tidak, aku akan menggugurkan kehamilanku. Ada bidan di kota yang mau menggugurkan kandunganku. Aku butuh biaya dan kalau kandunganku sudah gugur, aku mau sekolah SMA di kota," kataku. Langsung wajah ayahku cerah dan langsung dia menyetujuinya, asal aku menjaga rahasia dengan ketat.
Anjing, bisik hatiku. Aku jelaskan kalau biayanya Rp 15 juta. Ayah aterkejut.
"Kalau tidak, ayah harus menikahi aku," jkataku sembari menangis. Akhirnya ayah setuju. Selain uang Rp. 15 juta dia akan mengontrakkan rumah kecil buatku, dan membiayai sekolahku. Setiap bulan ayah akan mengirimkan uang Rp 1 juta buatku, walau teman-teman hanya membutuhkan biaya Rp 500.000,-

Aku meilhat ayah pontang panting mencari uang dan membujuk ibu agar mengizinkan aku sekolah di kota, karean semua isi keluarga mengatahui otakku yang paling cerdas.
Akumenemui juga kakaku yang tua dan yang nomor dua. Tentu saja secara terpisah. Mereka juga sangat terkejut saat aku minta mereka nikahi. Akhirnya, aku minta mereka mencarikan uang untuk aku menggugurkan kandunganku seberapa saja. JKemudian aku minta secara diam-diam mereka harus mengirimkan aku uang setiap bulan Rp. 300.000,-. AKu tak mau tau bagaimana caranya. Mereka setuju dan akan bekerja keras, serta mencari kerjat ambahan untuk itu. Mampus kamu, batinku lagi.
Adikku aku temui lagi dan aku menceritakan hal yang sama. Adikku justru menangis, saat aku mengatakan aku harus menggugurkannya kalau aku tak ada uang untuk menggugurkan kandunganku.
"Jangan mBak. Jangan digugurkan, kan dia anakku, anak kita," katanya sendu. Dalam hatiku, dari semua manusia di rumahku, adikku yang bungsulah yang terbaik dari mereka. Semua setuju aku menggugurkan kandunganku, kecuali adikku si Tono yang bungsu. Aku memeluknya dan menciumnya. Akhirnya aku tau dialah satu-satunya manusia yang paling mencintaiku.

Setelah uang diperoleh, aku mengusulkan kepada ayah dan ibu serta seisi rumah, agar aku ditemani oleh Tono adikku di kota, dengan alasan dia sudah bisa menjagaku dan otaknya juga tergolong pintar. Bujuk rayuku diterima oleh semuanya. Aku dan Tono diantar ke kota. Aku masuk SMA dan tono pindah kelas dua SMP. Kami satu rumah di rumah BTN yang dibeli ibu, type 36 yang belum dikembangkan. Semua peralatan dapur, kamar dua buah yang kecil, dua buah meja belajar dan segala keperluan sudah terpenuhi. Aku bilang pada ayah, aku tak mau dijenguk oleh siapapun keuclai oleh ibu dan adikku yang perempuan. Ayah langsung menyetujui.

Aku dan Tono pun hiodup serumah. Dia senang sekali, terlebih setelah tinggal kami berdua di rumah aku mengatakan kebohonganku padanya.
"Kalau begitu, kitapacaran saja ya mBak," katanya dengan tulus. Kutatap wajahnya yang lugu dan tulus. Aku mengangguk.
"Jadi mBak mulai sekarang jadi pacar Tono?" tanyanya.
"Ya. Kamu adalah adikku dan pacarku juga."
"Bagaimana kalau kita menikah saja?" tanya Tono. Aku mengangguk.
Kami pun duduk berdua dan berhadap-hadapan. Aku menyalaminya dan Tono pun mengucapkan:" AKu terima nikahmu mBak dengan mas kawin... dia rogph sakunya dan mengeluarkan uang Rp. 2000,- lalu menyerahkanya padaku :"Kontan!"
Kami tersenyum dan berpelukan lalu berciuman.

BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar